BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi serta butuh berkomunikasi dengan
manusia lain. Interaksi semakin penting pada saat manusia ingin menampilkan
eksistensinya.Agar interaksi dapat berlangsung interraktif, tentunya
membutuhkan alat, sarana atau media dan yang paling utama yaitu bahasa.
Manusia
mampu berbahasa namun harus belajar bahasa. Semakin sering penggunaan bahasa
tersebut, maka akan terus menerus berkesinambungan dapat menjadikan terampil
bahasa, menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Pembelajaran
adalah suatu proses kegiatan yang ditata dan diatur sedemikian rupa dengan
didasarkan pada berbagai aspek. Baik itu aspek secara konsep hakikat
pembelajaran ataupun ketentuan-ketentuan formal yang mengatur
pelaksanaanpendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara lebih khusus.
Sebagai
calon guru, tentu sudah banyak membaca berbagai konsep atau pengertian
pembelajaran.Prinsip pembelajaran menrupakan panduan dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar.
Untuk
bisa melaksanakanpembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai guru
perlu memahami prinsip-prinsipdan landasan pembelajaran Bahasa Indonesia. Untuk
itu penulis akan membahasnya dalam “ Prinsi-Prinsip Pembelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar”.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah makalah ini yaitu :
1. Bagaimana prinsip-prinsip
Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dalam Kurikulum
2.
Bagaimana prinsip
Kontekstual, Fungsional, Integratif, dan Apresiatif
C.
Tujuan
Tujuan
pembahasan masalah ini yaitu :
1.
Mengetahui
prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dalam kurikulum.
2.
Mengetahui
prinsip konstektual, fungsional, integratif, dan apresiatif.
D.
Alasan
Alasan
pembahasan masalah ini yaitu :
1. Agar
lebih memahami prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar
dalam kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dalam Kurikulum
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disingkat menjadi
KBK, biasa disebut juga Kurikulum 2004.Kurikulum ini mulai diberlakukan pada
tahun pelajaran 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi ini, oleh pengembangnya
(Pusat Kurikulum dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasonal) disebut kurikulum “baru” karena berbeda dengan kurikulum sebelumnya,
yaitu Kurikulum 1994 (Karhami, 2002). Pada tahun 2006, Badan Nasional Standar
Pendidikan (BNSP) telah menyusun contoh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dilengkapi dengan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).Prinsip-prinsip yang terdapat di dalamnya tidak jauh berbeda dengan
Kurikulum 1994 dan 2004.Salah satu persamaannya adalah berbasis
kompetensi.Sebenarnya prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia dalam
kurikulum-kurikulum tersebut merupakan ramuan dari beberapa prinsip.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, KBK secara de
fakto telah dilaksanakan sejak berlakunya Kurikulum1994 walaupun tidak
secara utuh. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pada Kurikulum 1994 pun,
tujuan akhir dari pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik
memiliki kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif ini dalam KBK yang
berlaku sekarang juga merupakan capaian akhirnya.Kompetensi ini meliputi
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Departemen Pendidikan
Nasional, (2001: 12-13).
1.
Pengertian
KBK
KBK adalah kurikulum yang didasarkan atas prinsip
relevansi, terutama relevansi pendidikan dengan dunia kerja.Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang dapat menghasilkan lulusan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, terutama masyarakat industri dan dunia kerja.Oleh karena itu,
kurikulum ini berusaha “menerjemahkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
oleh manusia untuk hidup di masyarakat dengan seperangkat kompetensi yang
diajarkan di sekolah.Di samping itu, yang termasuk dalam kebutuhan itu juga
dengan masalah sosial-budaya, moral, dan sebagainya (Ansyar, 2002; Hasan, 2002;
Sukmadinata, 2004).
2.
Prinsip-prinsip
KBK
Seperti yang diungkapkan dalam berbagai bahan
sosialisasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2001), antara Kurikulum 1994
terdapat persamaan dalam hal indikator hasil belajar, komponen, tujuan, prinsip
pembel-ajaran, dan kegiatan pembelajaran. Indikator hasil belajar dalam kedua
kurikulum itu sama yaitu aktivitas belajar yang tecermin pada empat
keterampilan berbahasa. Tujuan pembelajaran mencakup tiga komponen, yaitu
pemahaman, penggunaan, dan kebahasaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan KBK
sama dengan Kurikulum 1994, yaitu terpadu, berkesinambungan, dan berdasarkan
konteks pengalaman peserta didik yang alamiah.
Rambu-rambu
pada KBK dan Kurikulum 1994 juga terdapat persamaan prinsip-prinsip
pembelajaran yang digunakan oleh kedua kurikulum tersebut (Anda dapat membaca
lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995).
Kedua kurikulum ini memuat beberapa butir
rambu-rambu yang sama atau mirip, misalnya sebagai berikut.
1. Pada
hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
2. Pembelajaran
bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk
meningkatkan kemampuan memperluas wawasan.
3. Kompetensi
dasar mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, bersastra, dan
kebahasaan. Aspek-aspek tersebut mendapat porsi yang seimbang dan disajikan
secara terpadu.
Sukmadinata (2004:190—191) mengemukankan prinsip-prinsip
pembelajaranyang sesuai dengan KBK, sebagai berikut.
1.
Menekankan pembelajaran yang bermakna.
2. Menggunakan metode dan media yang
bervariasi.
3. Menempatkan
peserta didik sebagai subjek belajar.
4. Memberikan pengalaman belajar yang
kaya: mendapatkan, mengolah/ mengembangkan, mengaplikasikan teori/konsep,
memecahkan masalah, dan menemukan hal baru.
5. Memberikan
keseimbangan antara kegiatan klasikal, kelompok, dan individual.
6. Memberikan
keseimbangan antara teori dan praktik, di kelas, di luar kelas, dan di
lapangan.
7. Memprioritaskan
suasana pembelajaran yang atraktif, motivatif, kooperatif, dan bersahabat.
Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan
menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang efektif, kontekstual,
dan bermakna.Hal ini
dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas,
kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan
kecakapan hidup peserta didik yang pada gilirannya dapat membentuk watak serta
meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.Oleh karena itu, dalam kegiatan
belajar-mengajar guru harus menggunakan berbagai metode/strategi untuk mencapai
kompetensi tertentu.
Sementara itu, Departemen Pendidikan Nasional (2003b)
mengemukakan ciri-ciri kegiatan belajar-mengajar yang menunjang pencapaian
kompetensi individual yang meliputi sebagai berikut.
1.
Pembalikan makna belajar.
2.
Berpusat pada peserta didik.
3.
Belajar dengan mengalami.
4.
Mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional.
5.
Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
6.
Belajar sepanjang hayat.
7.
Perpaduan kemandirian dan kerjasama.
Dengan berpusat pada peserta didik berarti bahwa kegiatan
pembelajaran harus memperhatikan karakteristik peserta didik secara individual
maupun kelompok.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, media, waktu belajar,
dan penilaian hasil belajar dapat beragam sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
B.
Prinsip Kontekstual, Fungsional, Integratif, dan
Apresiatif
Dalam Kurikulum 2004, kita dianjurkan melaksanakan
prinsip kontekstual, integratif, fungsional,dan apresiatif. Agar dapat
melaksanakan keempat prinsip tersebut dengan baik, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Prinsip
Kontekstual
Purnomo (2002:10) mengungkapkan bahwa kontekstual
adalah pembelajaran yang dilakukan secara konteks, baik konteks linguistik
maupun konteks nonlinguistik.Sementara Depdiknas (2002:5) menjelaskan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang
diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari.Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan
tujuh komponen untuk pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
a. Konstruktivisme
(Constructivism)
Dalam teori konstruktivisme dijelaskan bahwa
struktur pengetahuan dikembangkan oleh otak manusia melalui dua cara, asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibangun atas
dasar pengetahuan yang sudah ada.Sementara itu, akomodasi adalah struktur
pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan
hadirnya pengalaman baru.Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia
sehari-hari di kelas, dapat diwujudkan dalam bentuk peserta didik disuruh
menulis, mengarang, atau bercerita di depan kelas.
b. Menemukan
(Inquiry)
Komponen inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual.Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
peserta didik bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan dari hasil
menemukan sendiri. Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Merumuskan
masalah
2) Mengamati/melakukan
observasi
3) Menganalisis
dan menyajikan hasil
4) Mengkomunikasikan
kepada pembaca
c. Bertanya
(Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran
berbasis kontekstual. Tujuan bertanya adalah untuk menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian kepada
aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya dapat diterapkan dalam bentuk
ketika peserta didik berdiskusi, bekerja dalam kelompok, menemui kesulitan,
mengamati sesuatu. Kegiatan bertanya ini dapat dilakukan antara sesama peserta
didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik
dengan nara sumber.
d. Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Ciri kelas berbasis masyarakat belajar adalah
pembelajaran dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok. Hasil pembelajaran
diperoleh dari kerja sama. Kelompok belajar disarankan terdiri atas peserta
didik yang memiliki kemampuan heterogen.Sehingga, peserta didik yang pandai
bisa mengajari yang lemah, peserta didik yang sudah tahu membimbing yang belum
tahu, dan peserta didik yang memiliki gagasan dapat segera menyampaikan
usulnya.Kelompok belajar bisa bervariasi, baik jumlah, maupun keanggotaannya,
bisa juga melibatkan peserta didik di kelas atasnya.
e. Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan cara
memberikan model atau contoh yang perlu ditiru. Apabila guru merasa kurang
mampu membacakan puisi, atau bermain drama, tidak perlu cemas karena guru bukan
satu-satunya yang dapat dijadikan model. Guru dapat meminta bantuan kepada
teman sejawat, atau mendatangkan pihak luar, pembaca puisi, atau pemain drama
yang sudah terkenal. Sehinnga, guru dapat melaksanakan pembelajaran puisi drama
lewat model tadi.Demikian pula dalam pembelajaran menulis atau mengarang, guru dapat
memberikan contoh-contoh tulisan yang baik kepada peserta didik.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang baru dilakukan. Refleksi
juga merupakan tanggapan terhadap kegiatan yang baru dilakukan atau pengetahuan
yang baru diterima.Pada akhir pembelajaran, guru menyediakan waktu sejenak agar
peserta didik melakukan refleksi. Kegiatan refleksi ini dapat diwujudkan dalam
bentuk:
1) pernyataan
langsung tentang semua yang diperolehnya,
2) catatan
di buku peserta didik,
3) kesan
dan saran peserta didik tentang pembelajaran yang telah
4) berlangsung,
5) diskusi;
dan
6) hasil
karya.
g. Penilaian
Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian pembelajaran berbasis kontekstual ini
dilakukan dengan mengamati peserta didik menggunakan bahasa, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas. Kemajuan belajar juga dinilai dari proses, bukan
semata-mata dari hasil. Penilaian bukan hanya oleh guru, melainkan bisa juga
dari teman atau orang lain. Asesmen autentik dilaksanakan selama dan sesudah
proses pembelajaran berlangsung secara berkesinambungan dan terintegrasi.
Asesmen tersebut pun dilaksanakan untuk keterampilan performansi.
2.
Prinsip
Fungsional
Dalam kurikulum ini dinyatakan bahwa
tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik dapat
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan baik dan benar. Hal ini
sejalan dengan prisip pembelajaran bahasa yang fungsional, yaitu pembelajaran
bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkomunikasi maupun dalam
memenuhi keterampilan untuk hidup (Purnomo, 2002: 10-11).
Prinsip fungsional pembelajaran
bahasa pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran pendekatan
komunikatif.Konsep pendekatan komunikatif mengisyaratkan bahwa guru bukanlah
penguasa dalam kelas. Guru bukanlah satu-satunya pemberi informasi dan sumber
belajar. Sebaliknya, guru sebagai penerima informasi (Hairuddin, 2000:136).Jadi
pembelajaran didasarkan pada multisumber. Dengan kata lain, sumber belajar
terdiri atas guru, peserta didik, dan lingkungan. Lingkungan terdekat adalah
kelas.
Menurut Tarigan (dalam Hairuddin,
2000: 136) mengungkapkan bahwa dalam konsep pendekatan komunikatif peran guru
adalah sebagai pembelajar dalam proses belajar-mengajar, di samping sebagai
pengorganisasi, pembimbing, dan peneliti. Pelaksanaan pembelajaran bahasa di
kelas yang fungsional ini adalah menggunakan teknik bermain peran.
3.
Prinsip
Integratif
Salah satu hakikat bahasa adalah sebuah sistem, hal
ini berarti suatu keseluruhan kegiatan satu dengan yang lainnya saling
berkaitan untuk mencapai tujuan berbahasa yaitu berkomunikasi.Subsistem bahasa
adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.Keempat subsistem ini tidak
dapat berdiri sendiri.Artinya, pada saat kita menggunakan bahasa, tidak hanya
menggunakan salah satu unsur tersebut saja.Pada waktu berbicara, kita
menggunakan kata.Kata disusun menjadi kalimat.Kalimat diucapkan dengan
menggunakan intonasi yang tepat.Dalam kaitan ini, secara tidak sadar, kita
telah memadukan unsur fonologi (lafal, intonasi), morfologi (kata), sintaksis
(kalimat), dan semantik (makna kalimat).
Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran
bahasa hendaknya tidak disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran
Bahasa Indonesia harus secara terpadu atau terintegratif. Kita
mengajarkan kosa kata, bisa dipadukan pada pembelajaran membaca, menulis, atau
berbicara.Mengajarkan kalimat, bisa kita padukan dengan menyimak, berbicara, membaca,
atau menulis.
Demikianlah pula pada saat pembelajaran keempat
aspek keterampilan berbahasa disajikan, kita tidak hanya mengajarkan berbicara
saja, tetapi secara tidak langsung kita pun mengajarkan menyimak.Kegiatan
berbicara tidak dapat berlangsung tanpa ada kegiatan menyimak. Begitu pula pada
saat pembelajaran menulis atau mengarang berlangsung, akan berpadu pulalah
dengan pembelajaran membaca. Jadi jelaslah, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia
tidak dapat disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran bahasa Indonesia
harus diajarkan secara terpadu.
4.
Prinsip
Apresiatif
Prinsip apresiatif lebih ditekankan
pada pembelajaran sastra. Istilah prinsip apresiatif berasal dari kata kerja
dalam bahasa Inggris ”appreciati” yang berarti menghargai, menilai, menjadi
kata sifat “appresiative” yang berarti senang (Echols dan Shadely, Hasan,
1993:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988:46) kata
“apresiasi” berarti “penghargaan”. Dalam buku ajar ini istilah apresiatif
dimaknai yang “menyenangkan”.Jadi prinsip apresiatif berarti prinsip
pembelajaran yang menyenangkan.
Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi
pembelajaran sastra, tetapi juga bagi pembelajaran aspek yang lain,
bahkan untuk mata pelajaran di luar mata pelajaran bahasa Indonesia. Namun, karena
yang menggunakan istilah ini hanya pembelajaran sastra, seperti yang tercantum
dalam Kurikulum 2004, apresiasi sastra merupakan salah satu komponen dari
standar kompetensi di SD dan MI (madrasah ibtidaiyah) yang diintegrasikan pada
aspek keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran sastra yang
menyenangkan adalah yang mengagumkan. Ciri pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilihat dengan cara memperhatikan peserta didik kita pada saat kita
bercerita.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kurikulum 2004 adalah kurikulum berbasis kompetensi.Oleh
karena itu, kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi atau disingkat
KBK. KBK sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an di Amerika Serikat. Di
Indonesia, kurikulum tersebut sudah dikenal dan digunakan sejak tahun 1980-an
di lingkungan lembaga pendidikan guru. Sejak tahun 1990-an, kurikulum itu tidak
digunakan lagi.
KBK adalah kurikulum yang didasarkan pada prinsip relevansi,
terutama relevansi dengan dunia kerja.
Prinsip KBK pada hakikatnya tidak jauh berbeda
dengan prinsip yang terdapat dalam Kurikulum 1994, terutama dalam hal indikator
hasil belajar, yaitu peserta didik mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembelajaran lebih ditekankan pada empat
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pelaksanaan pelajaran Bahasa Indonesia di kelas menurut
konstruktivisme diwujudkan dalam bentuk peserta didik disuruh menulis/mengarang
dan bercerita.
Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah: (1)
merumuskan masalah, (2) melakukan pengamatan, (3) menganalisis hasil
pengamatan, dan (4) mengkomunikasikan kepada orang lain.
Kegiatan bertanya diterapkan pada waktu diskusi, kerja
kelompok, menemui kesulitan, dan mengamati sesuatu.
Prinsip “komponen masyarakat belajar” menghendaki agar kelas
dibagi atas beberapa kelompok. Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan
cara memberikan contoh yang harus ditiru oleh peserta didik. Refleksi dilakukan
untuk berpikir tentang apa yang baru dilakukan, untuk direnungkan. Penilaian
dilakukan dari proses dan hasil belajar. Berdasarkan prinsip integratif
pembelajaran bahasa dilakukan secara terpadu antara beberapa unsur kebahasaan,
dan aspek berbahasa.
Tujuan akhir yang hendak dicapai dalam pembelajaran
bahasa berdasarkan prinsip komunikatif adalah peserta didik dapat menggunakan
bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
B.
Saran
Berdasarkan
dari kesimpulan diatas, sebaiknya dalam mengajar guru harus memahami prinsip-prinsip
pembelajaran, karena prinsip pembelajar merupakan pedoman bagi guru untuk
melakukan pembelajaran, adapun prinsip yang harus dipahami yaitu prinsip
kontekstual, integratif, fungsional, dan apresiatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
TERTARIK MAU MENDAPATKAN PKP ATAU PTK LENGKAP?
BalasHapusBUKA WWW.PKP-LENGKAP.COM ATAU KONTAK 081318014989
mksh kak... ntar mampir :)
HapusIzin ambil
BalasHapus