Senin, 17 Maret 2014

PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR

Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi serta butuh berkomunikasi dengan manusia lain. Interaksi semakin penting pada saat manusia ingin menampilkan eksistensinya.Agar interaksi dapat berlangsung interraktif, tentunya membutuhkan alat, sarana atau media dan yang paling utama yaitu bahasa.
Manusia mampu berbahasa namun harus belajar bahasa. Semakin sering penggunaan bahasa tersebut, maka akan terus menerus berkesinambungan dapat menjadikan terampil bahasa, menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang ditata dan diatur sedemikian rupa dengan didasarkan pada berbagai aspek. Baik itu aspek secara konsep hakikat pembelajaran ataupun ketentuan-ketentuan formal yang mengatur pelaksanaanpendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara lebih khusus.
Sebagai calon guru, tentu sudah banyak membaca berbagai konsep atau pengertian pembelajaran.Prinsip pembelajaran menrupakan panduan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Untuk bisa melaksanakanpembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai guru perlu memahami prinsip-prinsipdan landasan pembelajaran Bahasa Indonesia. Untuk itu penulis akan membahasnya dalam “ Prinsi-Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar”.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia  Sekolah Dasar dalam Kurikulum
2.      Bagaimana prinsip Kontekstual, Fungsional,  Integratif, dan Apresiatif
C.    Tujuan
Tujuan pembahasan masalah ini yaitu :
1.      Mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dalam kurikulum.
2.      Mengetahui prinsip konstektual, fungsional, integratif, dan apresiatif.
D.    Alasan
Alasan pembahasan masalah ini yaitu :
1.      Agar lebih memahami prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dalam kurikulum.
2.      Agar lebih memahami prinsip konstektual, fungsional, intergratif, dan apresiatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia  Sekolah Dasar dalam Kurikulum
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disingkat menjadi KBK, biasa disebut juga Kurikulum 2004.Kurikulum ini mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi ini, oleh pengembangnya (Pusat Kurikulum dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasonal) disebut kurikulum “baru” karena berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 1994 (Karhami, 2002). Pada tahun 2006, Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) telah menyusun contoh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dilengkapi dengan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).Prinsip-prinsip yang terdapat di dalamnya tidak jauh berbeda dengan Kurikulum 1994 dan 2004.Salah satu persamaannya adalah berbasis kompetensi.Sebenarnya prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum-kurikulum tersebut merupakan ramuan dari beberapa prinsip.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, KBK secara de fakto telah dilaksanakan sejak berlakunya Kurikulum1994 walaupun tidak secara utuh. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pada Kurikulum 1994 pun, tujuan akhir dari pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif ini dalam KBK yang berlaku sekarang juga merupakan capaian akhirnya.Kompetensi ini meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Departemen Pendidikan Nasional, (2001: 12-13).
1.      Pengertian KBK
KBK adalah kurikulum yang didasarkan atas prinsip relevansi, terutama relevansi pendidikan dengan dunia kerja.Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat menghasilkan lulusan yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama masyarakat industri dan dunia kerja.Oleh karena itu, kurikulum ini berusaha “menerjemahkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup di masyarakat dengan seperangkat kompetensi yang diajarkan di sekolah.Di samping itu, yang termasuk dalam kebutuhan itu juga dengan masalah sosial-budaya, moral, dan sebagainya (Ansyar, 2002; Hasan, 2002; Sukmadinata, 2004).
2.      Prinsip-prinsip KBK
Seperti yang diungkapkan dalam berbagai bahan sosialisasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2001), antara Kurikulum 1994 terdapat persamaan dalam hal indikator hasil belajar, komponen, tujuan, prinsip pembel-ajaran, dan kegiatan pembelajaran. Indikator hasil belajar dalam kedua kurikulum itu sama yaitu aktivitas belajar yang tecermin pada empat keterampilan berbahasa. Tujuan pembelajaran mencakup tiga komponen, yaitu pemahaman, penggunaan, dan kebahasaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan KBK sama dengan Kurikulum 1994, yaitu terpadu, berkesinambungan, dan berdasarkan konteks pengalaman peserta didik yang alamiah.
Rambu-rambu pada KBK dan Kurikulum 1994 juga terdapat persamaan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan oleh kedua kurikulum tersebut (Anda dapat membaca lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995).
Kedua kurikulum ini memuat beberapa butir rambu-rambu yang sama atau mirip, misalnya sebagai berikut.
1.      Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
2.      Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan memperluas wawasan.
3.      Kompetensi dasar mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, bersastra, dan kebahasaan. Aspek-aspek tersebut mendapat porsi yang seimbang dan disajikan secara terpadu.
Sukmadinata (2004:190—191) mengemukankan prinsip-prinsip pembelajaranyang sesuai dengan KBK, sebagai berikut.
1.      Menekankan pembelajaran yang bermakna.
2.      Menggunakan metode dan media yang bervariasi.
3.      Menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar.
4.      Memberikan pengalaman belajar yang kaya: mendapatkan, mengolah/ mengembangkan, mengaplikasikan teori/konsep, memecahkan masalah, dan menemukan hal baru.
5.      Memberikan keseimbangan antara kegiatan klasikal, kelompok, dan individual.
6.      Memberikan keseimbangan antara teori dan praktik, di kelas, di luar kelas, dan di lapangan.
7.      Memprioritaskan suasana pembelajaran yang atraktif, motivatif, kooperatif, dan bersahabat.
Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang efektif, kontekstual, dan bermakna.Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup peserta didik yang pada gilirannya dapat membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa.Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar-mengajar guru harus menggunakan berbagai metode/strategi untuk mencapai kompetensi tertentu.
Sementara itu, Departemen Pendidikan Nasional (2003b) mengemukakan ciri-ciri kegiatan belajar-mengajar yang menunjang pencapaian kompetensi individual yang meliputi sebagai berikut.
1. Pembalikan makna belajar.
2. Berpusat pada peserta didik.
3. Belajar dengan mengalami.
4. Mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional.
5. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Perpaduan kemandirian dan kerjasama.
Dengan berpusat pada peserta didik berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus memperhatikan karakteristik peserta didik secara individual maupun kelompok.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, media, waktu belajar, dan penilaian hasil belajar dapat beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik.
B.     Prinsip Kontekstual, Fungsional,  Integratif, dan Apresiatif
Dalam Kurikulum 2004, kita dianjurkan melaksanakan prinsip kontekstual, integratif, fungsional,dan apresiatif. Agar dapat melaksanakan keempat prinsip tersebut dengan baik, akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Prinsip Kontekstual
Purnomo (2002:10) mengungkapkan bahwa kontekstual adalah pembelajaran yang dilakukan secara konteks, baik konteks linguistik maupun konteks nonlinguistik.Sementara Depdiknas (2002:5) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen untuk pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
a.    Konstruktivisme (Constructivism)
Dalam teori konstruktivisme dijelaskan bahwa struktur pengetahuan dikembangkan oleh otak manusia melalui dua cara, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibangun atas dasar pengetahuan yang sudah ada.Sementara itu, akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan hadirnya pengalaman baru.Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari di kelas, dapat diwujudkan dalam bentuk peserta didik disuruh menulis, mengarang, atau bercerita di depan kelas.
b.   Menemukan (Inquiry)
Komponen inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual.Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan dari hasil menemukan sendiri. Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Merumuskan masalah
2)   Mengamati/melakukan observasi
3)   Menganalisis dan menyajikan hasil
4)   Mengkomunikasikan kepada pembaca
c.    Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis kontekstual. Tujuan bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian kepada aspek yang belum diketahuinya. Kegiatan bertanya dapat diterapkan dalam bentuk ketika peserta didik berdiskusi, bekerja dalam kelompok, menemui kesulitan, mengamati sesuatu. Kegiatan bertanya ini dapat dilakukan antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan nara sumber.
d.   Masyarakat Belajar (Learning Community)
Ciri kelas berbasis masyarakat belajar adalah pembelajaran dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok. Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama. Kelompok belajar disarankan terdiri atas peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen.Sehingga, peserta didik yang pandai bisa mengajari yang lemah, peserta didik yang sudah tahu membimbing yang belum tahu, dan peserta didik yang memiliki gagasan dapat segera menyampaikan usulnya.Kelompok belajar bisa bervariasi, baik jumlah, maupun keanggotaannya, bisa juga melibatkan peserta didik di kelas atasnya.
e.    Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan model atau contoh yang perlu ditiru. Apabila guru merasa kurang mampu membacakan puisi, atau bermain drama, tidak perlu cemas karena guru bukan satu-satunya yang dapat dijadikan model. Guru dapat meminta bantuan kepada teman sejawat, atau mendatangkan pihak luar, pembaca puisi, atau pemain drama yang sudah terkenal. Sehinnga, guru dapat melaksanakan pembelajaran puisi drama lewat model tadi.Demikian pula dalam pembelajaran menulis atau mengarang, guru dapat memberikan contoh-contoh tulisan yang baik kepada peserta didik.
f.     Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang baru dilakukan. Refleksi juga merupakan tanggapan terhadap kegiatan yang baru dilakukan atau pengetahuan yang baru diterima.Pada akhir pembelajaran, guru menyediakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan refleksi. Kegiatan refleksi ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
1)   pernyataan langsung tentang semua yang diperolehnya,
2)   catatan di buku peserta didik,
3)   kesan dan saran peserta didik tentang pembelajaran yang telah
4)   berlangsung,
5)   diskusi; dan
6)   hasil karya.
g.      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian pembelajaran berbasis kontekstual ini dilakukan dengan mengamati peserta didik menggunakan bahasa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kemajuan belajar juga dinilai dari proses, bukan semata-mata dari hasil. Penilaian bukan hanya oleh guru, melainkan bisa juga dari teman atau orang lain. Asesmen autentik dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung secara berkesinambungan dan terintegrasi. Asesmen tersebut pun dilaksanakan untuk keterampilan performansi.
2.      Prinsip Fungsional
Dalam kurikulum ini dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan prisip pembelajaran bahasa yang fungsional, yaitu pembelajaran bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkomunikasi maupun dalam memenuhi keterampilan untuk hidup (Purnomo, 2002: 10-11).
Prinsip fungsional pembelajaran bahasa pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran pendekatan komunikatif.Konsep pendekatan komunikatif mengisyaratkan bahwa guru bukanlah penguasa dalam kelas. Guru bukanlah satu-satunya pemberi informasi dan sumber belajar. Sebaliknya, guru sebagai penerima informasi (Hairuddin, 2000:136).Jadi pembelajaran didasarkan pada multisumber. Dengan kata lain, sumber belajar terdiri atas guru, peserta didik, dan lingkungan. Lingkungan terdekat adalah kelas.
Menurut Tarigan (dalam Hairuddin, 2000: 136) mengungkapkan bahwa dalam konsep pendekatan komunikatif peran guru adalah sebagai pembelajar dalam proses belajar-mengajar, di samping sebagai pengorganisasi, pembimbing, dan peneliti. Pelaksanaan pembelajaran bahasa di kelas yang fungsional ini adalah menggunakan teknik bermain peran.
3.      Prinsip Integratif
Salah satu hakikat bahasa adalah sebuah sistem, hal ini berarti suatu keseluruhan kegiatan satu dengan yang lainnya saling berkaitan untuk mencapai tujuan berbahasa yaitu berkomunikasi.Subsistem bahasa adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.Keempat subsistem ini tidak dapat berdiri sendiri.Artinya, pada saat kita menggunakan bahasa, tidak hanya menggunakan salah satu unsur tersebut saja.Pada waktu berbicara, kita menggunakan kata.Kata disusun menjadi kalimat.Kalimat diucapkan dengan menggunakan intonasi yang tepat.Dalam kaitan ini, secara tidak sadar, kita telah memadukan unsur fonologi (lafal, intonasi), morfologi (kata), sintaksis (kalimat), dan semantik (makna kalimat).
Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran bahasa hendaknya tidak disajikan secara terpisah-pisah.  Pembelajaran Bahasa Indonesia harus secara terpadu atau terintegratif.  Kita mengajarkan kosa kata, bisa dipadukan pada pembelajaran membaca, menulis, atau berbicara.Mengajarkan kalimat, bisa kita padukan dengan menyimak, berbicara, membaca, atau menulis.
Demikianlah pula pada saat pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa disajikan, kita tidak hanya mengajarkan berbicara saja, tetapi secara tidak langsung kita pun mengajarkan menyimak.Kegiatan berbicara tidak dapat berlangsung tanpa ada kegiatan menyimak. Begitu pula pada saat pembelajaran menulis atau mengarang berlangsung, akan berpadu pulalah dengan pembelajaran membaca. Jadi jelaslah, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia tidak dapat disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran bahasa Indonesia harus diajarkan secara terpadu.
4.      Prinsip Apresiatif
Prinsip apresiatif lebih ditekankan pada pembelajaran sastra. Istilah prinsip apresiatif berasal dari kata kerja dalam bahasa Inggris ”appreciati” yang berarti menghargai, menilai, menjadi kata sifat “appresiative” yang berarti senang (Echols dan Shadely, Hasan, 1993:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988:46) kata “apresiasi” berarti “penghargaan”. Dalam buku ajar ini istilah apresiatif dimaknai yang “menyenangkan”.Jadi prinsip apresiatif berarti prinsip pembelajaran yang menyenangkan.
Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi pembelajaran sastra, tetapi juga bagi pembelajaran aspek yang  lain, bahkan untuk mata pelajaran di luar mata pelajaran bahasa Indonesia. Namun, karena yang menggunakan istilah ini hanya pembelajaran sastra, seperti yang tercantum dalam Kurikulum 2004, apresiasi sastra merupakan salah satu komponen dari standar kompetensi di SD dan MI (madrasah ibtidaiyah) yang diintegrasikan pada aspek keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran sastra yang menyenangkan adalah yang mengagumkan. Ciri pembelajaran yang menyenangkan dapat dilihat dengan cara memperhatikan peserta  didik kita pada saat kita bercerita.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Kurikulum 2004 adalah kurikulum berbasis kompetensi.Oleh karena itu, kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi atau disingkat KBK. KBK sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an di Amerika Serikat. Di Indonesia, kurikulum tersebut sudah dikenal dan digunakan sejak tahun 1980-an di lingkungan lembaga pendidikan guru. Sejak tahun 1990-an, kurikulum itu tidak digunakan lagi.
KBK adalah kurikulum yang didasarkan pada prinsip relevansi, terutama relevansi dengan dunia kerja.
Prinsip KBK pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan prinsip yang terdapat dalam Kurikulum 1994, terutama dalam hal indikator hasil belajar, yaitu peserta didik mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembelajaran lebih ditekankan pada empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pelaksanaan pelajaran Bahasa Indonesia di kelas menurut konstruktivisme diwujudkan dalam bentuk peserta didik disuruh menulis/mengarang dan bercerita.
Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah: (1) merumuskan masalah, (2) melakukan pengamatan, (3) menganalisis hasil pengamatan, dan (4) mengkomunikasikan kepada orang lain.
Kegiatan bertanya diterapkan pada waktu diskusi, kerja kelompok, menemui kesulitan, dan mengamati sesuatu.
Prinsip “komponen masyarakat belajar” menghendaki agar kelas dibagi atas beberapa kelompok. Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan contoh yang harus ditiru oleh peserta didik. Refleksi dilakukan untuk berpikir tentang apa yang baru dilakukan, untuk direnungkan. Penilaian dilakukan dari proses dan hasil belajar. Berdasarkan prinsip integratif pembelajaran bahasa dilakukan secara terpadu antara beberapa unsur kebahasaan, dan aspek berbahasa.
Tujuan akhir yang hendak dicapai dalam pembelajaran bahasa berdasarkan prinsip komunikatif adalah peserta didik dapat menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
B.     Saran
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, sebaiknya dalam mengajar guru harus memahami prinsip-prinsip pembelajaran, karena prinsip pembelajar merupakan pedoman bagi guru untuk melakukan pembelajaran, adapun prinsip yang harus dipahami yaitu prinsip kontekstual, integratif, fungsional, dan apresiatif.
DAFTAR PUSTAKA

            Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

3 komentar:

yaNg sopaN iia