Jumat, 07 Desember 2012

DAVID AUSUBEL BELAJAR BERMAKNA


MAKALAH
DAVID AUSUBEL TENTANG BELAJAR BERMAKNA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA SD
oleh
Wahyu Dwi Prastuti
1401411535

Dosen Pengampu : Mur Fatimah

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. inilah  yang membedakan Ausubel dari teoriawan – teoriawan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori – teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”, serata retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar ini. Dalam makalah ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, yaitu belajar bermakna, belajar hafalan, pristiwa subsumsi, diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, belajar superordinat, pengatur awal, serta bagimana teori ini diterapkan dalam mengajar.
  • Rumusan Masalah
1.      Belajar menurut Ausubel ?
2.      Menerapkan teori Ausubel dalam mengajar ?
3.      Peta konsep ?
  • Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagimana teori belajar menurut Ausubel, Penerapan teori Ausubel dalam mengajar, dan peta konsepnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    BELAJAR MENURUT AUSUBEL
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif  ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi- generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki.
1.      Belajar bermakna.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.  Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2.      Belajar hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep – konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep – konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, bayak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognetif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi belajar hafalan.
3.      Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna berlangsung, infirmasi terbaru terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif , memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang – penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi, dan secara simbolis dinyatakan sebagai berikut :
A + a1 → A’ a1’ + a→ A” a1’ a2’ +  a→  A’” a1’ a2’ a3
Waktu = 0       Waktu = 1       Waktu = 2       Waktu = 3
A                     = Subsumer
A’                    = Subsumer yang mengalami modifikasi
A” dan A”’     = Subsumer yang lebih banyak mengalami modifikasi
a                           = Infomasi baru yang mirip dengan subsumer A, demikian pula    a2 dan a3,
a1’,a2’,a3         = pengetahuan baru yang telah tersubsumsi.
Jadi, walaupun kelihatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
2.      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsymer – subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.      Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal – hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
4.      Variabel-variabel yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna.
Faktor – faktor utama yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognetif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk kedalam struktur kognetif itu ; demikian pula sifat prosese interaksi yang terjadi.jika struktur kognetif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur,maka struktur kognetif itu cendrung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat – prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a.       Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b.      Siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar  bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning set).
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu sebagai berikut :
a.       Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b.      Gagasan – gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.

B.     MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1.      Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.      Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.      Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.      Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausable sebgai jawaban atas ketidakpuasan model belajar diskoveri yang dikembangkan oleh Jerome Bruner tersebut. Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang pening atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan. Para pakar teori belajar penangakapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a.       Menstrukturkan situasi belajar.
b.      Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c.       Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.      Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umumyang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organiberfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.      Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimna pembelajaran berlangsung setahap demi setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3.      Memperkuat organisasi kognitif.
Ausable menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
C.    Peta Konsep
1.      Apakah peta konsep itu ???
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi- proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk proposisi Misalnya, “padi itu hijau” akan merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
2.      Ciri-Ciri Peta Konsep
a.       Peta konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep – konsep dan proporsi – proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
b.      Suatu peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang studi atau suatu dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c.       Cara menyatakan hubungan antara konsep – konsep. Tidak semua konsep-konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
d.      Tentang hirearki .
3.      Menyusun Peta Konsep
Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a.       Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b.      Tentukan konsep – konsep yang relevan.
c.       Urutkan konsep – konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak   inklusif atau contoh – contoh.
d.      Susunlah konsep – konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif.
e.       Hubungkanlah kosep itu dengan kata – kata penghubung.

4.      Kegunaan Peta Konsep
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan :
a.       Menyelidiki apa yang telah di ketahui siswa.

Telah dikemukakan sebelumnya,bahwa belajar bermakana membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan kosep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahui”tempat awal konseptual”.dengan lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.
b.      Mempelajari cara belajar

Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran,ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inkluisif pada konsep yang paling inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsisi-proporsisi yang bermakna.

Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau,atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya kedalam kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia telah berusaha benar untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah berlangsung pada siswa itu.
c.       Mengungkapkan konsepsi salah.
Salain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proporsi yang salah.
  1. Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam teori kognetif Ausubel.
ü  Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
ü  Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu, diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas dipelajari”,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
ü  Penyesuaian integratif. Frinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.

BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
Teori belajar bermakna dikemukakan oleh David Ausubel dimana pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam  struktur kognitif seseorang. Sedangkan Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dikuasai siswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilansiswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
  1. Saran
Demikianlah makalah berjudul “David Ausubel : Belajar Bermakna” ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih ada banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari para pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Wilis, D, Ratna.1989. TEORI -TEORI BELAJAR. Bandung : Erlangga.
Ausubel,D.P1960.”The use of advanced organizersmin the learning and retention of meningful verbal material”Journal Of educational psychology,51.267-272.
http://wangmuba.com/2009/02/18/ proses-belajar/


Evaluasi Pembelajaran Prespektif Global dalam IPS SD


A.    Hakikat Evaluasi
Di sadari ataupun tidak tiap kali kita melakukan suatu kegiatan selalu ingin mengetahui bagaimana hasilnya. Untuk itu, kita mengadakan penilaian terhadap kinerja yang telah dilakukan. Di sini berarti kita melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita kerjakan. Evaluasi itu telah menjadi bagian yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai evaluasi kita dapat menyimak penjelasan W. Best (1997:13) “Evaluasi berkenaan dengan suatu penerapan yang segera harus dilakukan untuk mengungkapkan mutu hasil, proses atau program pendidikan tertentu yang telah disepakati dan ditentukan tujuan dan nilainya. Evaluasi menyatakan keputusan tentang efektivitas, manfaat sosial, atau hasil yang diinginkan, proses atau program dan tidak menyangkut generalisasi yang mungkin dari suatu tatanan yang diperluas. Selanjutnya, dalam proses pendidikan dan pengajaran, evaluasi ini menentukan peringkat serta kelulusan peserta didik dari proses dan program yang dijalaninya. (Thondike, hanen : 1961 :27) Evaluasi ini erat sekali hubungannya dengan pengukuran yang meliputi aspek penilaian tentang apa yang diinginkan dan yang baik.
B.     Asas Evaluasi
Asas-asas yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi meliputi :
1.      Asas Komprehensif atau Asas Keseluruhan
Evaluasi itu harus meliputi keseluruhan aspek pribadi perserta didik (pengetahuan, penguasaan materi, keterampilan, kemampuan berpikir, sikap, dan keseluruhan aspek materi atau pokok bahasan yang disajikan)
2.      Asas Keseimbangan atau Asas Kontinuitas
Evaluasi itu dilakukan secara kesinambungan dalam proses, mulai dari awal proses, selama proses berlangsung, dan pada saat proses itu berakhir. Hal ini sesuai pula dengan asas pendidikan sepanjang hayat.
3.      Asas Objektivitas
Evaluasi ini dilakukan berdasarkan kenyataan apa adanya, tidak diwarnai oleh sifat-sifat subjektif terutama dari yang melakukan evaluasi. Hasil evaluasi itu menunjukan suatu derajat nulai atau ukuran, itulah hasil yang dicapai, tidak ditambah atau dikurangi oleh suatu penafsiran di luar lingkup yang dievaluasi.
C.    Fungsi Evaluasi
1.      Mengungkapkan penguasaan peserta didik, yang meliputi pengetahuan, kemampuan berpikir, keterampilan, perasaan dan sikapnya.
2.      Menemukan kelemahan-kelemahan materi, metode, media pengajaran, dan tujuan yang telah dirumuskan.
3.      Mengungkapkan terpenuhi tidaknya tugas guru dalam melakukan pembelajaran terhadap para peserta didik.
4.      Mengungkapkan tingkat perkembangan para peserta didik secara individual.

D.    Tujuan Evaluasi
1.      Membuat laporan prestasi peserta didik.
2.      Mendapatkan umpan balik hasil evaluasi pembelajaran.
3.      Menemukan faktor-faktor dan penghambat keberhasilan pembelajaran.
4.      Menyusun program bimbingan individual.
5.      Meningkatkan rangsangan kegiatan pembelajaran.

RANCANGAN PROSEDUR DAN ALAT EVALUASI
HASIL PEMBELAJARAN PERSPEKTIF GLOBAL
1.      Tujuan Evaluasi
Dalam pembelajaran perspektif  global, evaluasi ini bertujuan sebagai berikut :
a.       Menilai dan mengukur prestasi peserta didik pada pembelajaran perspektif  global.
b.      Mendapatkan umpan balik dari prestasi belajar peserta didik terhadap kerja dan kinerja guru pada pembelajaran perspektif  global.
c.       Menemukan faktor-faktor pendorong dan penghambat keberhasilan pembelajaran perspektif  global.
d.      Meningkatkan rangsangan kegiatan belajar peserta didik pada pembelajaran perspektif  global.
2.      Sasaran Evaluasi
Yang menjadi sasaran evaluasi pada pembelajaran perspektif  global, yaitu :
a.       Peserta didik secara individual yang meliputi pengetahuan, kemampuan berpikir, keterampilan dan sikapnya terhadap fenomena, fakta, isu serta masalah global.
b.      Peserta didik secara berkelompok dan dalam kelompok yang meliputi keterampilan serta sikap sosialnya dalam kaitan pembelajaran perspektif  global.

3.      Prosedur Evaluasi
a.       Sesuai dengan asas evaluasi, kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan :
1)      Pada saat pembelajaran perspektif  global itu dimulai, guru IPS mengajukan pertanyaan kepada peserta didik untuk mengevaluasi “apakah” mereka telah memiliki pengetahuan yang telah berhubungan dengan perspektif  global itu.
2)      Tanya jawab bahkan diskusi antara guru IPS dengan peserta didik. Hal ini untuk mengevaluasi “berapa jauhkah” peserta didik mengikuti pembelajaran perspektif  global.
3)      Pada akhir proses pembelajaran, setelah seluruh pokok bahasan tentang perspektif  global itu rampung, guru melakukan evaluasi tertulis dengan mengadakan Tes (tes tertulis)

b.      Membuat Kisi-Kisi Tes Tertulis
Kisi-kisi ini termasuk aspek materi yang menjadi bahan evaluasi, aspek mental yang akan dinilai kemampuannya.
4.      Alat Evaluasi
Alat evaluasi yang digunakan dalam penilaian hasil pembelajaran perspektif  global ini meliputi tes dan non-tes.
a.       Non Tes
Alat evaluasi non tes ini dalam proses pembelajaran perspektif  global meliputi tanya jawab dan diskusi, tugas dan penampilan. Penilaian terhadap non-tes ini bersifat kualitatif.
b.      Tes
Alat evaluasi yang disebut tes bagi kita semua terutama bagi anda selaku guru IPS, sudah tidak asing lagi. Tes ini dalam bentuk tulisan, baik tes uraian (tes esai) maupun tes objektif.
Tes objektif ini ada beberapa tipe, meliputi tipe salah-benar, pilihan ganda, pilihan ganda majemuk, dan sebab-akibat. Untuk tingkat SD, anda memilih salah-benar dan pilihan ganda (yang sederhana) saja.
Tes ini diterapkan pada perspektif  global terutama sebagai tes formatif. Penilaian dan analisis tes formatif.
5.      Perhitungan Hasil Evaluasi
Secara keseluruhan, evaluasi itu merupakan penjumlahan rata-rata dari hasil non tes dengan hasil tes. Non-tes yang dapat diangkakan, dari hasil pelaksanaan tugas. Sedangkan tanya jawab, diskusi, dan penampilan pada proses pembelajaran, tidak dapat diangkakan, melainkan ditujukan pada pengungkapan pemahaman serta dapat atau tidaknya peserta didik mengikuti proses pembelajaran perspektif  global.

PENERAPAN PROSEDUR DAN ALAT EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN PERSPEKTIF GLOBAL
1.      Evaluasi Proses Pembelajaran Perspektif Global
a.       Pada tiap awal pembelajaran perspektif global, mengajukan pertanyaan atau bertanya-jawab dengan peserta didik tentang hal-hal yang berkenaan dengan perpektif global, baik yang belum dibahas maupun yang telah dibahas. Pertanyaan atau tany jawab ini dilakukan untuk mengevaluasi “apakah” para peserta didik telah memiliki pengetahuan berkenaan dengan perspektif global, meskipun materi tersebut belum dibahas. Pengetahuan awal tersebut penting untuk mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang belum diketahui. Selain itu, untuk mengevaluasi apakah materi yang telah diajarkan pada kesempatan terdahulu telah dipahami, dikuasai ataukah belum.
b.      Pada proses pembelajaran selalu dilakukan tanya-jawab dan diskusi. Dua metode ini selain untuk mengembangkan strstegi kemampuan bertanya jawabdan keberanian mengemukakan pendapat, terutama untuk evaluasi apakah materi perpektif global itu ditangkapserta dipahamiataukah tidak. Hal ini untuk mengevaluasi kerja dan kinerja guru itu sudah mencapai sasaran serta tujuan atau belum serta berfungsi untuk memperbaiki kerja dan kinerja guru pada pembelajaran selanjutnya.
c.       Pada proses pembelajaran perspektif global, diterapkan juga metode tugas. Penerapan metode tugas ini selain untuk mengembangkan dan memupuk keterampilan bekerja sama, disiplin, serta berkomunikasi dengan pihak lain, terutama untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas tersebut. Hasil tugas dapat dinilai dengan memberikan angka sesuai dengan kualitasnya.
2.      Evaluasi Tertulis
Evaluasi tertulis ini sebaiknya menerapkan tes objektif yang sifatnya mampu mencakup keseluruhan materi dan keseluruhan aspek mental sesuai dengan tahap-tahapnya.
a.         Alat evaluasi dalam bentuk objektif tes yang telah dirancang sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibahas bersama. Tes evaluasi tersebut terdiri atas :
1)      50 butir soal,
2)      Terbagi atas dua kelompok, 25 butir salah-benar, dan 25 butir pilihan ganda,
3)      Aspek mentalnya, 40% pengetahuan, 40% pemahaman, dan 20% penerapan,
4)      Aspek materi terdiri atas 20% masalah kontroversial, 40% saling ketergantungan, dan 40% perdamaian dan keamanan dunia, dan
5)      Tingkat kesukarannya, 24% mudah, 52% sedang, dan 24% sukar.
b.         Pada waktu yang telah ditentukan, dilaksanakan tes sesuai dengan kisi-kisi dan perangkat alat evaluasi yang telah dirancang.
c.         Perhitungan hasil tes dilakukan berdasarkan kategori penilaian pada butir 2.4 tentang tes pada bagian rancangan.
            Dengan menerapkan kategori penilaian tersebut dapat dibuat peringkat dan pengelompokkan,
Nilai
Kualitas
Jumlah Peserta
Presentasi
90-100
70-89
50-69
30-49
<30
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Kurang sekali



Jumlah

100
3.      Evaluasi Keseluruhan
Secara keseluruhan, evaluasi tadi dilakukan mulai dari awal proses, selama proses, dan pada akhir pembelajaran.
a.         Pada awal pembelajaran, mengajukan pertanyaan atau bertanya-jawab dengan peserta didik untuk mengungkapkan berapa jauh pengetahuan yang dimiliki peserta didik berkaitan dengan perspektif global. 
b.         Selama proses pembelajaran berlangsung, melakukan tanya-jawab dan berdiskusi dengan peserta didik. Tnya jawab dan diskusi ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah peserta didik dapat mengikuti, memahami, dan menangkap pokok-pokok yang dibahas berkenaan dengan perspektif global.
c.         Pada proses pembelajaran juga memberikan tugas kepada peserta didik. Hasil pelaksanaan tugas tersebut, baik berupa kumpulan guntingan artikel dan gambar, maupun berupa laporan tertulis, harus diberi angka. Ketentuan kualitatif dan kualitasnya sesuai dengan kategori penilaian tes.
d.        Penilaian keseluruhan terhadap peserta didik, merupakan gabungan antara nilai tes dengan nilai tugas. Sesuai dengan rancangan prosedur dan alat evaluasi, nilai tugas diberikan bobot 2, sedangkan nilai tes diberi bobot 3.
4.      Kesimpulan Hasil Evaluasi
Hasil evaluasi keseluruhan, baik hasil non-tes (tanya-jawab, tugas) maupun hasil tes, dianalisis dan diintepretasikan lebih jauh untuk menjawab apa yang telah dirumuskan dalam fungsi dan tujuan tes. Kesimpulan sesuai dengan fungsi dan tujuan itu, mengetengahkan hasil sebagai berikut :
a.         Nilai prestasi peserta didik dalam pembelajaran perpektif global yang merupakan sebagian dari prestasi pembelajaran IPS keseluruhannya.
b.         Nilai prestasi peserta didik dalam pembelajaran perpektif global merupakan umpan balik bagi kerja dan kinerja guru IPS, untuk evaluasi diri apakah kerja dan kinerjanya sudah baik atau belum.
c.         Nilai prestasi peserta didik itu memberikan gambaran tentang tingkat perkembangan kemampuan mereka (individual, klasikal) untuk program bimbingan selanjutnya.
d.        Nilai prestasi peserta didik dalam pembelajaran perspektif global, menjadi sarana mengungkapkan kelemahan-kekuatan dan faktor penghambat pendorong yang menjadi dasar penyempurnaan pembelajaran selanjutnya.