Kebudayaan
manusia prasejarah, kebudayaan manusia purba dan kebudayaan manusia modern
sekarang merupakan perwujudan kehidupan dunia manusia, kodrat manusiawi.
Artinya hanya manusialah yang memiliki kebudayaan di dalam tata kehidupannya
sebagai manifestasi potensi dan martabat kemanusiaannya.
Sepanjang
sejarah tiap masyarakat, tiap bangsa berada di dalam proses perkembangan
kebudayaan, baik dalam arti menerima warisan social dari generasi sebelumnya,
maupun mengembangkannya, menciptakan yang baru. Bahkan tidak mustahil pula
membuang unsure kebudayaan yang lama yang tidak sesuai dengan kemajuan berfikir
atau kebutuhan zamannya. Manusia sebagai makhluk budaya secara alamiah ( kodrat
) dengan potensi kemanusiaanya itu hidup di dalam alam-budaya secara kontinu.
Manusia tak terpisahkan dengan kebudayaan, karena kebudayaan inilah yang
membedakan secara prinsipil tata kehidupan manusia daripada kehidupan alamiah
makhluk lainnya.
Sepanjang
sejarah ada manusia, generasi demi generasi, tidak saja sebagai proses
regenarasi subyek (manusia), melainkan juga sebagai proses estafet, pengoperan
kebudayaan secara terus-menerus. Lembaga yang paling efektif melaksanakan
fungsi tersebut terutama pendidikan. Karena itu, kebudayaan dan pendidikan
adalah aspek-aspek kehidupan manusia yang tak terpisahkan.
Untuk
mengerti arti, kedudukan, dan nilai kebudayaan di dalam kehidupan manusia, maka
kami mengangkat judul “Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan” dalam makalah kami.
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian dan scope
kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan ilmu
pengetahuan dengan kebudayaan?
3. Bagaimana hubungan
kurikulum dengan kebudayaan?
4. Bagaimana hubungan
pendidikan dengan kebudayaan?
Istilah kebudayaan yang
disamakan dengan culture (Inggris), kultur (Jerman), dan cultuur (Belanda)
adalah suatu istilah yang mengandung pengertian yang amat luas.
Adapun beberapa para ahli
yang mengemukakan pendapatnya mengenai kebudayaan, yaitu :
a. Prof. Dr. H. A. Enno van
Gelder, mengemukakan bahwa “clture” berasal dari kata Latin “colore”
yang berarti mengerjakan, memelihara, dan memuja (ENSIE I halaman 145).
b. Dr. K. Kuypers, seorang
staf penulis ENSIE berpendapat bahwa etimologi kata culture ialah “culture
animi” (Latin), yang berarti memelihara dan mengembangkan jiwa.
c. Sebagian sarjana Anglo
Saxon berpendapat bahwa pengertian kebudayaan (culture) sama dengan pengertian
peradaban (civilization) yang dikemukakan oleh Dr. Edward B. Taylor dalam buku
“Primitive Culture”.
d. Dr. Warren dalam bukunya
“Sociology an Introduction” membedakan pengertian kebudayaan (culture) dengan
peradaban (civilization).
e. Dr. Lee Etral (cs) dalam
bukunya “Principles of Sociology” berpendapat bahwa istilah kebudayaan dipakai
untuk menunjukkan keseluruhan jumlah ciptaan umat manusia, hasil-hasil yang
tersusun daripada pengalaman kolektif manusia hingga sekarang. Kebudayaan
meliputu semua yang telah dibuat manusia dalam bentuk alat-alat, senjata,
tempat tinggal, bahan baku barang-barang dan prosesingnya, dan semua yang telah
dihasilkan sikap dan kepercayaan, cita-cita dan keputusan (pertimbangan),
hukkum dan lembaga-lembaga, seni dan ilmu pengetahuan, filsafat dan organisasi
social. Kebudayaan meliputi juga antar hubungan semua bidang di atas dan
aspek-aspek lain yang membedakan kehidupan manusia daripada hewani. Segala
sesuatu, baik materiil atau nonmaterial, yang diciptakan manusia di dalam
proses kehidupan, termasuk dalam pengertian kebudayaan.
f. Dr. Henry S. Lucas dalam
bukunya “ A Short History of Civilization” berpendapat bahwa kebudayaan ialah
suatu cara yang umum bagaimana manusia hidup, berfikir dan bertindak.
Kebudayaan meliputi :
1. Suatu penyesuaian umum
terhadap kebuuhan-kebutuhan ekonomi atau kepada lingkkungan geografis.
2. Organisasiyang lazim
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan social dan politik yang ada dalam
kehidupan,
3. Lembaga yang umum dalam
pemikiran dan usaha-usaha pencapaiannya. Semuanya itu meliputi seni,
sastr, ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan, filsafat dan agama.
Suatu
kebudayaan adalah suatu pencapaian yang khas dalam bidang-bidang social,
politik, ekonomi, intelek, seni dan agama dari suatu kelomppok manusia.
g. Dr. Ki Hajar Dewantara
seorang ahli kebudayaan dan pendidik Indonesia, menulis: “Menschecultuer” itu
lebih terang artinya diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan perkataan
“kebudayaan”. Perkataan ini berasal dari “budaya” dan ini berarti buah dari
budi manusia. Arti kebudayaan atau kultur kemanusiaan itu ialah semua benda
buatannya manusia, baik benda batin maupun benda lahir, yang dapat timbul
karena kemasakan budi manusia. Dan pekerjaan cultural yaitu semua usaha untuk
mempertinggi derajat kemanusiaan. Menurut pengertian wetenachap, kultur itu
dibagi menjadi 3 jenis:
1. Yang mengenal rasa
kebatinan atau moral
2. Yang mengenal kemajuan
angan-angan
3. Yang mengenal kepandaian
Usaha kultural ialah segala
perbuatan manusia yang timbul dari kemasakan budinya yaitu buah dari
kecerdasan pikirannya, serta buah dari kekuatan kehendaknya, yaitu segala
tenaganya. Jadi kultur atau kebudayaan itu nyatalah buah dari “trisakti”nya
manusia.
h. Drs. Sidi Gazalba dalam
buku “Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu” berpendapat bahwa Kebudayaan ialah
cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial
dalam suatu ruang dan suatu waktu.
i.
Mitchell
(Dictionary of Soriblogy) berpendapat bahwa kebudayaan adalah sebagian
perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang
dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar
dialihkan secara genetikal.
j.
Effat Al-Sharqawi mendefinisikan kebudayaan sebagai
"bentuk ungkapan dalam semangat yang mendalam suatu masyarakat"
(Effat Al-Sharqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, bandung, Penerbit Pustaka, 1986).
Pada pokoknya, kebudayaan
ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam kehidupan. Sebagai
makhluk budaya, manusia merubah unsure-unsur alam menjadi benda-benda
kebudayaan dengan potensi kemanusiaannya.
Tiap-tiap bangsa mempunyai
kebudayaan sendiri yang sesuai dengan kondisi-kondisi lingkungan alamnya,
berdasarkan sosiologis dan sosiopsikologis bangsa itu. Kebudayaan suatu bangsa
ini disebut kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional ini merupakan perwujudan
kepribadian nasional suatu bangsa.
Secara teoritis, kebudayaan
nasional dibagi atas:
1. Kebudayaan nasional yang
bersifat spiritual, psikologis yakni manifestasi sosio-psikologis yang menunjuk
identitas subyek seperti: filsafat hidup, karakter nasional, sikap mental
2. Kebudayaan nasional yang
bersifat rasional-intelektual berupa karya-karya pikir seperti science/ilmu,
yang lebih bersifat obyektif universal.
3. Kebudayaan nasional yang
bersifat material konkrit sebagai produk berupa: pola-pola/design tertentu
dalam bidang teknologi, arsitektur, mode, seni dsb
Politik
pembinaan kebudayaan nasional ada baiknya kita selalu berpegangan pada asas
Tri-con dari Dr. Ki Hadjar Dewantara yaitu:
1. Asas kosentrasi, bahwa
pengembangan kebudayaan harus berpusat pada kebudayaan nasional, social
heritage yang diwarisi dari generasi sebelumnya.
2. Asas convergensi, bahwa
hukum perkembangan itu ialah kerjasama antara factor dalam (sosio cultural yang
sudah berakar) dan factor luar (menerima unsure-unsur kebudayaan luar dengan prinsip
selektif).
3. Asas kontinuitas, bahwa
perkembangan yang terpusat pada kebudayaan nasional itu, dengan menerima
kebudayaan luar secara selektif akan berlangsung terus-menerus.
Ilmu
(knowledge) merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu
hubungan antara proses dengan isi. Yaitu, pendidikan adalah proses
pengoperasian kebudayaan dalam arti membudayakan manusia.
Wujud
kebudayaan yang menjadi isi (curriculum) pendidikan dikenal sebagai ilmu
pengetahuan (knowledge). Secara tehnis dapat dikemukakan mengenai
definisi ilmu (knowledge) yang amat erat hubungannya dengan pendidikan, yaitu :
1. Menurut Webster’s New World
Dictionary
“Knowledge is all that has
been perceived or grasped by the mind ; learning; enlightenment”
Ilmu Pengetahuan : semua yang telah diamata
atau dimengerti oleh jiwa (pikiran) ; belajar ; dan sesuatu yang
telah jelas ( 26 : 809)
2. Menurut “ Dictionary of
Philosophy” oleh Runes :
Knowledge : Relation know.
Apprehended truth. Opposite of opinions. Certain knowledge is more
than opinion, less than truth. ( 20 : 161).
Ilmu pengetahuan : berhubungan dengan tahu (
yang diketahui ). Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat.
Ilmu pengetahuan tertentu lebih daripada pendapat, tetapi dibawah tarafnya jika
dibandingkan dengan kebenaran.
3. Menurut “ American Peoples
Encyclopedia “
Knowledge, ideally a full
and evident awareness of the truth with respect to anything; practically, an
orderly awareness of whatever can definitely be accepted a real ( 28 : 11 –
944).
Ilmu pengetahuan, suatu kesadaran penuh dan
terbuktikan dari suatu kebenaran mengenai sesuatu : bersifat
praktis, suau kesadaran yang teratur, tersusun tentang apapun yang secara
definitive dapat diterima sebagai realita.
Pengertian
knowledge ( ilmu pengetahuan ) diatas adalah meliputi semua ilmu, seperti ilmu
social, ilmu eksakta, ilmu filsafat dan sebagainya. Sedangkan istilah science
(kadang-kadang diartikan ilmu pengetahuan juga), telah mempunyai arti tertentu,
sebagaimana yang dijelaskan oleh “ American Peoples Encyclopedia “ sebagai
berikut :
“
...apa yang disebut science modern terdiri atas beberapa cabang ilmu
pengetahuan, tiap cabang mempunyai sutu kelompok objek atau dengan subyek
khusus, yang semua itu dapat dikategorikan dalam tiga bidang utama penyelidikan
: matematika, ilmu alam dan ilmu biologi “
Istilah
science dipakai dalam ketiga bidang pokok di atas. Sedangkan social science
menurut para ahli meliputi : sejarah, jurisprudence, linguistic, dan filsafat.
Ada juga yang berpendapat bahwa social science meliputi : psikologi social,
ekonomi, geografi, ilmu politik dan sebaginya.
Namun
dapat ditetapkan bahwa social science ialah ilmu-ilmu selain yang tersimpul
dalam ilmu-ilmu eksakta.
Pembedaan
istilah, pengertian, dan scope ilmu pengetahuan mengarahkan kepada pengertian
tentang sistematika ilmu pengetahuan. Auguste Comte (1798-1857) menetapkan
sistematika ilmu pengetahuan berdasarkan tingkat absrtraksinya dan kedudukan
ilmu itu terhadap ilmu yang lain dan menetapkan satu table yang disebutnya table
of six fundamental science, yang dimulai dengan mathematika dan diakhiri
oleh sosiologi. Keenam ilmu pokok itu ialah : mathematika, astronomi, ilmu
alam, ilmu kimia, ilmu biologi dan sosiologi.
Pengetahuan
tentang sifat, scope dan dayaguana ilmu adalah urgen bagi pendidik untuk
menetapkan urutan kurikulum, sequence of curriculum..
Untuk
menetapkan kurikulum, urutan kurikulum harus berorientasi pada interdependensi
antar ilmu dalam jurusan atau departemen tertentu. Dengan demikian, skala
prioritas dalam kurikulum ( sequence of curriculum) harus menjamin efisiensi
studi. Urutan materi (isi) pendidikan bukanlah semata-mata didasarkan pada
tingkat kesukaran bahan pelajaran, melainkan juga peranan dan daya guna ilmu
itu bagi tingkat studi selanjutnya, khusunya antarhubungan ilmu yang satu
dengan ilmu yang lain.
Brubacher
membedakan sistematika ilmu atas dasar tingkatan abstraksi ilmu itu (the degree
of abstraction), sebagai berikut :“ Tingkat pertama adalah ilmu alam kodrat (ilmu
pengetahuan alam), benda-benda alam hidup dan alam mati … Tingkatan ini
meliputi semua ilmu alam seperti fisika, kimia, biologi dan geologi. Tingkat
kedua ialah matematika. Obyek-obyek fisik dan makhluk-maklhuk hidup semua ada
dalam suatu kuantitas atau jumlah …
Tingkat
terakhir daripada knowledge ialah metafisika ( filsafat). Disini murid mencapai
suatu tingkat abstraksi ilmu pengetahuannya yang terlepas daripada
suatu kekhususan benda-benda, sebagaimana tingkat pertama dan kedua.”
Mengetahui
sistematika ilmu pengetahuan bagi seorang pendidik berguna seperti mengerti
sebuah peta bagi seorang nakhoda. Bacon menyebut sistematika ilmu pengetahuan
itu sebagai : “a description of the intellectual globe”. Dengan
mengetahui ‘ peta’ ilmu itu, korelasi antar bidang ilmu di dalam
pendidikan menjadi lebih praktis dan fungsional. Artinya kurikulum pendidikan
dapat dibina berdasarkan korelasi fungsional itu.
Menurut
Brubacher, masalah kurikulum mnyangkut baik teori-nilai maupun teori ilmu. Oleh
karena itu, kurikulum hanya dapat dimengerti bila pengertian knowledge itu
jelas. Maka, knowledge meliputi dua kategori, yaitu :
1. Knowledge about things, or
propositional knowledge yang dapat diinterpretasikan sebagai ilmu secara
teoritis.
2. Knowledge of how to do
things atau cognitive-action, yang dapat ditafsirkan sebagai pengetahuan yang
menitikberatkan pada segi praktisnya, pengalaman-pengalaman empiris, atau
pengalaman berdasarkan experiment
Kurikulum
atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan” terdekat untuk
sampai pada tujuan pendidikan. Sebaliknya Tanpa isi pendidikan, tanpa kurikulum
tidak ada proses pendidikan dan pengajaran. Karena itu kurikulum adalah bagian
yang amat penting di dalam pendidikan.
Secara
formal dapat dikemukakan batasan kurikulum menurut Stratemeyer cs antara lain:
Dewasa
ini kurikulum di anggap sebagai bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang
dilakukan anak-anak dan pemuda; keseluruhan pengalaman di dalam dan di
luar kelas yang disponsori oleh sekolah ; dan seluruh pengalaman
hidup murid.
Apapun
batasan yang diterima, pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan,
pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman
murid akan dibimbing. Kebijaksanaan ini menentukan scope dari kurikulum
sekolah.
Braubacher
menguraikan kurikulum sebagai berikut :
Dengan
tujuan atau arah proses pendidikan yang ditetapkan, langkah selanjutnya sudah
jelas yaitu suatu cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan tersebut. Di
antara semua itu makaka kurikulum meminta perhatian pertama. Sesuai dengan asal
pengertiannya, menurut bahasa latin, kurikulum ialah suatu “landasan-terbang,
suatu arah yang dilalui sesorang untuk mencapai tujuan, sepertidi dalam suatu
perlombaan. Bentuk pelajaran ini dimaksudkan di dalam istilah pendidikan
sebagai kurikulum, atau kadang-kadang disebut bahan pelajaran.
Apapun
namanya, Namun kurikulum itu menggambarkan landasan di atas maka murid, dan
guru berjalan mencapai tujtuan pendidikan.
Nyatalah
bahwa menetapkan kurikulum harus berorientasi kepada tujuan pendidikan yang
hendak dicapai.
Secara
garis besar Stratemeyer juga menetapkan kriteria atau asas-asas bagaimana suatu
kurikulum disusun, antara lain :
Para
pendidik dapat Kembali kepada tiga bidang asasi… Pertama yang berhubungan
dengan kodrat masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku dan yang dicita-citakan
(asas-asas social) : Kedua, berorientasi kepada myrid sebagai organisme yang
berkembang dan kodrat proses belajar (asas-asas psikologis) : dan ketiga,
berpedoman kepada nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi filsafat
hidup dan filsafat pendidikan mereka (asas-asas filoosofis).
Suatu
tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat, relevant. Dengan perkataan
lain, hanya isi yang tepat, kurikulum yang tepat yang akan mengantarkan
pendidikan mencapai tujuannya. Dalam hubungan demikian berarti pula tujuan
menentukan isi atau kurikulum pendidikan. Atau menurut Braubacher hubungan
kurikulum dengan tujuan pendidikan dilukiskan sebagai berikut :
Kurikulum
sedimikiann tergantung kepada tujuan pendidikan, dan sangat mengejutkan bila
akan menetahaui bahwa mempelajari kurikulum pada hakikatnya sama dengan
mencapai tujuan pendidikan itu. Dalam kenyataannya, sedimikian erat
hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum, sehingga dapat dikatakan bahwa
kurikulum tak lain daripada tujuan pendidikan atau nilai-nilai-nilai yang
termaktub dalam bentuk yang luas.
Oleh
karena kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka
sesungguhnya kurikulum menyangkut masalah-masalah : nilai, ilmu, teori, skill,
praktek, pembinaan sikap mental dan sebagainya. Sehingga, kurikulum harus kaya
dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat membina kepribadian.
Luasnya,
scope kurikulum, dalamnya, dan jenisnya (macam vak, subject-matter) harus
seimbang. Kurikulum yang kaya dengan jenis vaknya, tanpa intensifikasi atau
dalamnya studi itu berarti hanya memberi “kulit” saja. Keseimbangan antara luas
dan dalamnya (broad and depth) suatu kurikulum adalah syarat bagi penguasaan
suatu pengetahuan. Penguasaan teori pengetahuan adalah pangkal pengetahuan
ptaktis. Dan pengetahuan praktis salah satu tujuan pendidikan
Meskipun
pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok (ultimate goal) itu tetap, namun
kurikulum itu bersifat progressif, berkembang maju, dinamis. Oleh karena itu
kita selalu mengadakan evaluasi dan devisi kurikulum.
Hubungan
masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subyek dengan aktivitasnya.
Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat itu aktif membina
pendidikan,atau masyarakat itu menyelenggarakan pendidikan yang maju. Apabila
suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat itu sukar untuk maju.
Ini disebut hubungan korelasi positif.
Sedangkan
hubungan causalitas atau sebab-akibat,yaitu karena masyarakat sadar dengan
nilai dan peranan pendidikan,masyarakat aktif membina pendidikan,maka
masyarakat menjadi makin maju,makin baik.
Hubungan
teleotologis berarti bahwa pendidikan masyarakat bergerak (aktif) menuju satu
tujuan tertentu,ssatu idealisme.
Hubungan
pendidikan dan kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas dengan isinya.
Pendidikan adalah satu proses,satu lembaga,satu aktivitas. Sedangkan kebudayaan
adalah isi didalam proses itu,isi suatu lembaga dan aktivitas pendidikan itu.
Fungsi
dan misi pendidikan adalah mengoperkan kebudayaan dari manusia yang
berkebudayaan kepada anak didik yang belum berkebudayaan. Mengolah kebudayaan
itu menjadi sikap mental,tingkah laku,bahkan menjadi kepribadian anak didik.
Membudayakan manusia,atau membina manusia supaya berkebudayaan.
Sesungguhnya
fungsi pendidikan masih mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina
kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif,yakni mampu menciptakan
kebudayaan.
Pendidikan
sesungguhnya melakukan peranan menciptakan kebudayaan,mengembangkan kebudayaan,
baik langsung maupun tak langsung.
Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk
kebudayaan:
a.
Menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia
yang kreatif.
b.
Mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi
demi generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia.
Sebagai perbandingan, Auguste Comte ahli
sosiologi dan filsafat, membedakan tingkat perkembangan kebudayaan umat manusia
atas : tiga tingkatan besar dalam sejarah perkembangan berpikir umat manusia :
tingkatan teologis atau tingkat animistis, tingkatan metafisis
(filsafat) dan tingkatan ilmu pengetahuan positif.
Jhon Dewey menganalisa perkembangan
kebudayaan sebagai proses integral daripada perkembangan social,yang
dipengaruhi oleh :
1. Adanya kondisi khusus dan
problem-problem yang dihadapi.
2. Tuntutan-tuntutan
komunikasi social yang menuju pengertian suatu cita-cita dan informasi.
3. Adanya penyelidikan secara
kritis dan penilaian kembali atas tujuan dan nilai-nilai kebudayaan yang ada.
4. Eksperimen yang terkontrol
dan validasi atas hasil-hasil rekonstruksi pada situasi yang spesifik.
Melalui definisi
kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan adalah ciptaan atau kreasi manusia. Dengan
melalui lembaga dan proses pendidikan, kebudayaan dikembangkan yakni:
a.
Dioperkan untuk
dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh generasi muda.
b.
Pembinaan manusia supaya
mampu menciptakan kebudayaan atau unsur-unsur kebudayaan agar mereka mampu
menyesuaikan diri demi kehidupan dalam zamannya.
Prestasi-prestasi yang
dicapai oleh manusia dalam menciptakan kebudayaan ini merupakan prestasi yang
menentukan nilai kepribadian, kemajuan suatu zaman. Bahkan satu-satunya ukuran prestasi manusia ialah pada
achievement kebudayaan ini.Hal ini lebih jelas pada karya dan prestasi
seseorang. Sebenarnya pendidikan, langsung atau tidak langsung
terutama berfungsi untuk pembinaan kebudayaan. Pendidikan berfungsi baik
sebagai mempertahankan kebudayaan yang ada sebagai warisan sosial, maupun
untuk membina pribadi manusia yang pada gilirannya untuk mencipta pula
kebudayaan baru.
Manusia sebagai pembina
kebudayaan dalam arti yang non tradisional ialah tetap mencipta dan mengejar
prestasi-prestasi ideal,berarti juga mencipta dan mengejar dan menduduki
prestasi-prestasi ethis moral. Mengerti dan mengedakan relasi rohaniah
dengan yang non material, yakni aspek-aspek religius dan Tuhan sendiri. Manusia
sebagai pribadi yang bermoral adalah manusia yang berkebudayaan dalam makna
hakiki. Karena itu manusia sebagai pembina kebudayaan harus diartikan
lebih luas dari makna berbudaya yang tradisional, material saja, intelektual
saja, melainkan juga percaya dan berkhidmat kepada Tuhan yang Maha Esa, sebagai
kebudayaan langit atau moral agama.
Pada sisi lain dari
analisis filosofis ini, manusia modern tetap menyadari pula bagaimana
ketergantungannya kepada alam, sebagai bahan baku budaya seperti berbagai
hasil tambang untuk tekhnologi, bahkan juga unsur alam manapun untuk
kehidupan. Cahaya dan panas, udara, air, tanah subur, flora
dan fauna dengan demikian makna dan hakikat budaya menjadi proposioanal. Artinya,manusia
mempunyai wawasan atas kedudukan dan tanggung jawab budayanya dalam
kesemestaan. Misal manusia mampu menikmati alam yang murni tanpa sentuhan
tangan manusia sebagai sumber keindahan dan bahkan sumber kenikmatan hidup. Manusia
dapat mencintai dan menghargai alam dalam wujud dan tanggung jawab atas
lingkungan hidup dan sumber daya alam yang sesungguhnya merupakan prakondisi
kehidupan umat manusia.
Kebudayaan
ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam kehidupan. Sebagai makhluk
budaya, manusia merubah unsure-unsur alam menjadi benda-benda kebudayaan dengan
potensi kemanusiaannya.
Secara
teoritis, kebudayaan nasional dibagi atas:
1. Kebudayaan nasional yang
bersifat spiritual – psikologis
2.
Kebudayaan
nasional yang bersifat rasional-intelektual
3. Kebudayaan nasional yang
bersifat material konkrit.
Ilmu
(knowledge) merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu
hubungan antara proses dengan isi. Yaitu, pendidikan adalah proses
pengoperasian kebudayaan dalam arti membudayakan manusia.
Kurikulum
atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan” terdekat untuk
sampai pada tujuan pendidikan. Karena itu kurikulum adalah bagian yang amat
penting di dalam pendidikan.
Hubungan
masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subyek dengan aktivitasnya.
Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat itu aktif membina
pendidikan,atau masyarakat itu menyelenggarakan pendidikan yang maju. Apabila
suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat itu sukar untuk maju.
Ini disebut hubungan korelasi positif.
Manusia sebagai pembina kebudayaan
dalam arti yang non tradisional ialah tetap mencipta dan mengejar
prestasi-prestasi ideal,berarti juga mencipta dan mengejar dan menduduki
prestasi-prestasi ethis moral.
B. Saran
Adapun
saran yang ingin penyusun sampaikan adalah agar makalah ini dapat menambah
pengetahan lagi tentang kebudayaan sebagai isi pendidikan. Selain itu, penyusun
juga berharap, agar makalah ini dapat berguna bagi kita semua, misalnya
dijadikan sebagai bahan referensi tambahan.
Syam,
M. Noor. 1987. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yaNg sopaN iia