PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFAT
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup akan menemui
berbagai masalah, dalam menghadapi setiap masalah tersebut manusia memerlurkan ilmu
pengetahuan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha
memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup
pengalaman manusia. Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia maka ilmu
pengetahuan selalu berkembang. Penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap
benar itu tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh
masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran
oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, suatu yang dianggap benar oleh
masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk selalu mempelajari perkembangan ilmu
pengetahuan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan
memadukan proses pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian filsafat pendidikan?
2. Apa
saja metode-metode dalam filsafat?
3. Apa
saja cabang ilmu dalam filsafat pendidikan?
C. Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian filsafat pendidikan.
2. Menjelaskan
metode dalam filsafat.
3. Menjelaskan
cabang-cabang ilmu dalam filsafat pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat
Kata Filsafat berasal dari bahasa
yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta ilmu
pengetahuan. Terdiri dari philos yang berarti cinta, senang dan suka serta kata
Sophia berarti pengetahuan,hikmah dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Hasan
Shadily (1984 : 9 ), mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah
cinta akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa filsafat
adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka pada hikmah dan
kebijaksanaan.
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan
filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena
filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat
menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri.
Berpikir yang seperti ini, menurut Jujun
S. Suriasumantri, adalah sebagai karakteristik dan berpikir Filosofis. Ia
berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berpikir radikal,
sistematis, menyeluruh dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam.
Dengan demikian kebenaran filsafat
adalah kebenaran yang relative. Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami
perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun
, penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu tergantung pada
ruang dan waktu. Apa yang diagap benar oleh masyarakat ataubangsa lain, belum
tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain.
Sebaliknya, suatu yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa dalam suatu
zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas filsafat adalah ilmu
pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul
di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Menurut Al-Syaibany (1979 : 36),
filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai
dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Menurut John Dewey,
fisafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional), menuju tabiat manusia.
Menurut Imam Barnadib (1993: 3),
filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Jadi
filsafat pendidikan yaitu ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau
filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan permasalahan
pendidikan. Filsafat ilmu
(pendidikan) mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, fisik, dan metafisik. Filsafat ilmu memfokuskan pembahasan
dalam metodologi ilmu pengetahuan ilmu merupakan salah satu cara untuk
mengetahui bagaimana budi manusia bekerja.ilmu pengetahuan meupakan karya budi
manusia bekerja , karya budi logis dan imajinatif sekaligus bernurani, ilmu
bersifat empirik, sistematik observatif dan obyektif filsafat ilmu.
B. Metode
Dalam Filsafat
Kata Metode berasal dari kata Yunani yaitu Methodos, sambungan kata
depan Meta (ialah menuju, melalui, mengikuti, sesudah ) dan kata benda Hodos
(ialah jalan, perjalanan,cara,arah) kata Methodos sendiri lalu berarti
penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara
bertindak menurut sistem aturan tertentu ( Anton Bakker, 1984 : 10 ).
Metode adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai
dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Lantaran banyaknya metode ini, Runes
dalam Dictionary of Philosophia sebagaimana dikutip oleh Anton Bakker
menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah
metode-metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting
dapat disusun menurut garis historis sedikitnya ada sepuluh metode yaitu
sebagai berikut:
1. Metode
kritis: socrate, plato
Bersifat
analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan
keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya
(berdialog),membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya
ditemukan hakikat.
2. Metode
Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan
jalan instrokspeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan
pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai
suatu penerangan fikiran. Bergson : dengan jalan pembauran antara kesadaran dan
proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3. Metode
Skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat
sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau
prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4. Metode
Geometris: Rene Descrates dan pengikutnya
Melalui
analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat
“sederhana”(ide terang dan berbeda dari yang lain) ; dari hakikat-hakikat itu
dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5. Metode
Empiris : Hobbes Locke, Berkeley, David Hume
Hanya
pengalamanlah menyajikan pengertian benar ;maka semua pengertian (ide-ide)
dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian
disusun secara geometris.
6. Metode
Transendental : Immanuel kant, Neo- Skolatik)
Bertitik
tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis dislidiki
syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7. Metode
Fenomenolohis : Husserl, Eksistensialisme.
Dengan
jalan beberapa pemotongan sistematis ( reduction ), refleksi atas fenomin dalam
kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8. Metode
Dialektis: Hegel, Marx
Dengan
jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis,
antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
9. Metode
Neo-Positivistis
Kenyataan
dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti
berlaku pada ilmu pengetahuan positif ( esakta ).
10. Metode
Analitika Bahasa: Wittgenstein
Dengan
jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya
ucapan-ucapan filosofis ( Anton Bakker, 1984 : 21-22 ).
Ada tiga metode
berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu:
metode deduksi, induksi dan dialektika.
1. Metode Deduktif
Adalah, suatu metode berpikir dimana kesimpulan ditarik dari
prinsip-prinsip umum dan kemudian diterapkan kepada semua yang bersifat khusus.
Contohnya sebagai berikut:
a. Semua manusia adalah fana (prinsip umum).
b. Semua raja adalah manusia (peristiwa khusus).
c. Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan).
2. Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip
khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Contoh:
a. Bagus adalah manusia (prinsip khusus).
b. Dia akan mati (prinsip umum).
c. Seluruh manusia akan mati (kesimpulan).
3.
Metode Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga
jenjang penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk
mengembangkan suatu contoh argument yang didalamnya terjalin implikasi
bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi argument tersebut akan
menunjukkan bahwa tiap proses tidak enyajikan pemahaman tang sempurna tentang
kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada
setiap tahap dari dialektik ini kita memasuki lebih dalam pada problema asli.
Dan dengan demikian ada demikian ada kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir yang
benar ia maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami
perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita
mesti mengusahakan kompromi antara beberapa pandapat atau keadaan yang
berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu.
Hegel sangat mengagumi filsuf yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa
“pertentangan adalah bapak segala sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis
yang menampilkan “lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut
fase ketiga disebut sintesis, yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang
saling berlawanan. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang
menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dinamakan menjadi sintesis
baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat
berupa tesis dan antitesis. Bagi Suami, anak dapat mrupakan bagian dari dirinya
sendiri. Demikian juga dari sang Istri, dengan demikian si anak merupakan
sintesis bagi Suami Istri tadi.
Metode yang digunakan memecahkan problem-problem filsafat, berbeda dengan
metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk
mempelajari filsafat, diantaranya:
a.
Metode
Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi
filsafat, bukan pada tokoh atau pada metode.
Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori pengetahuan
yang berdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori
hakikat, teori nilai atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih
khusus dalam sistematika filsafat untuk membahas setiap cabang atau subcabang
itu, aliran-aliran akan terbahas.
b. Metode Histories
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti
sejarahnya dapat dibicarakan dengan demi tokoh menurut kedudukannya dalam
sejarah. Misal dimulai dari pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat
hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat,
maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan Anaxr mandios
Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
c. Metode Kritis
Metode ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat
intensif. Sebaiknya metode ini digunakan pada tingkat sarjana.
Disini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun
histories. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba
mengajukan kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga
berupa dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun
menggunakan pendapat filusuf lain. Jadi, jadi jelas tatkala memulai
pelajaran amat diperlukan dalam belajar filsafat dengan metode ini.
C. Cabang
Ilmu Dalam Filsafat Pendidikan
1. Aksiologi
a. Pengertian
Aksiologi
Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut
John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau
suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri
adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau
kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
b. Penilaian
Dalam Aksiologi
Dalam
aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu:
1) Etika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis
dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,
norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat
tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan
para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah
norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam
etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai
sang pencipta.
Dalam
perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah
padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun
tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya
utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi
apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa
disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain
disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia
apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2) Estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam
diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah
suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik
melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan
kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita
mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan
perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai
sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
c. Kegunaan
Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan
dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia,
dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan
dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah
kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang
kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa
mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri
merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu
memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan
tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai
kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga
hal, yaitu:
1) Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi
dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung
suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem
kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari
teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2) Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua
ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam
kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk
dalam menjalani kehidupan.
3) Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup
ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak
cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling
rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak
terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat
mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
d. Kaitan
Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana
dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang
membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada
objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan
mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang
ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan
eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik.
Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai
subjektif.
2. Epistemologi
a. Pengertian
epistemology
Epistemologi dalam filsafat pada dasarnya adalah
ilmu yang mengkaji kebenaran secara umum sehingga dapat ditemukan sebuah
kebenaran yang bertanggung jawab. Secara terminologi, epistemology berasal dari
bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan atau epistamai yaitu mendudukkan atau menempatkan. Sedangkan
secara harfiah epistemology adalah pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Selain disebut dengan epistemologi, ilmu
ini juga disebut dengan genoseologi yang artinya teori pengetahuan.
Epistemologi dalam mengkaji sebuah kebenaran
perlu mengetahui ciri-ciri umum sebuah pengetahuan seperti:
·
Bagaimanan dasar sebuah ilmu pengetahuan?
·
Bagaimana ruang lingkup?
·
Kritis mengkaji pengandaian/syarat logis dengan
mempertanggungjawabkan secara rasional.
Selain itu epistemology
juga disebut ilmu yang evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif di sini
berarti mampu menilai kebenaran yang objektif dan mampu membuktikan bahwa
pengetahuan tersebut benar-benar sebuah kebenaran. Normatif berarti ilmu
tersebut dapat memberikan sebuah tolak ukur kebenaran, maksudnya sampai
dimanakan sesuatu pengetahuan tersebut dapat diakui sebagai sebuah kebenaran.
Dan kritis yaitu mampu mempertanyakan asumsi-asumsi, pendekatan-pendekatan, dan
kesimpulan-kesimpulan. Adapun tujuan adanya kritis di sini adalah untuk
mempertanggunjawabkan kebenaran yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia.
Filsafat yang sering
membicarakan epistemology adalah filsafat sains. Filsafat sains ini adalah
langkah awal yang mendorong adanya ilmu pengetahuan. Terdapat dua hal yang
harus diperhatikan dalam filsafat sains yaitu metodologi dan manfaat.
Metodologi di sini maksudnya dalam filsafat sains sudah terdapat suatu
cara-cara yang sah dalam menemukan pengetahuan yang ilmiah yang tercantum dalam
metodologi penelitian. Dengan metodologi penelitian tersebut maka sebagai
akademisi jika pengetahuan yang dimiliki ingin dijadikan sebuah ilmu
pengetahuan haruslah memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam
metodologi tersebut. Kemudian manfaat, yaitu bahwa sesuatu yang
dianggap sebagai ilmu pengetahuan tersebut selain benar juga harus bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Manfaat ini nantinya juga akan berguna jika terdapat
seseorang yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah ditemukan.
Epistemologi merupakan
sebuah ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan epistemology berbeda dengan
ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Adapun perbedaannya adalah terletak pada
objeknya, jika ilmu pengetahuan lain belajar tentang objek ilmu itu sendiri
maka epistemology belajar tentang bagaimana objek itu ada dengan melihat dari
berbagai pendekatan-pendekatan (belajar tentang proses terbentuknya objek).
Dalam pendekatan objek tersebut tentunya tidak lupa untuk mengkritisi terhadap
objek-objek yang biasa dianggap sebagai hal yang taken for granted.
Mengenai jenis-jenis
epistemology terdapat tiga jenis epistemology berdasarkan titik pendekatannya yaitu
epistemology metafisis, epistemology skeptis, dan epistemology kritis.
Epistemologi metafisis adalah epistemologi yang membahas tentang suatu paham,
ide, atau sesuatu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata misalkan seperti
kejahatan. Kejahatan dibahas oleh epistemology metafisis sebagai sesuatu hal
yang tidak bisa dilihat namun dampaknya dapat dirasakan sepenuhnya oleh
masyarakat. Epistemologi skeptic yaitu epistemologi yang membahas tentang
sesuatu yang terlihat oleh pancaindera, maka dari itu segala hal yang di luar
diinderawi manusia akan diragukan dalam pendekatan ini. Terakhir adalah
epistemology kritis yang tidak memprioritaskan metafisis dan skeptic namun
lebih melihat pada pendekatan asumsi, prosedur, kesimpulan dan disesuaikan
dengan akal sehat manusia. Epistemologi kritis tentunya selama ini merupakan
pendekatan yang terbaik antara kedua pendekatan sebelumnya.
Dilihat dari objek yang
dipelajari, epistemology terdiri dari dua jenis yaitu epistemology individual
dan sosial. Epistemologi individual adalah sebuah kajian terhadap bagaimana
proses individu menemukan dan mengetahui pengetahuan manusia. Epistemologi
macam ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu psikologi
kognitif. Salah satu cabang dari epistemologi individual ini adalah
epistemology evolusioner. Epistemologi social adalah kajian terhadap proses
menemukan sebuah pengetahuan dalam konteks social dengan melihat faktor-faktor
dan hubungan-hubungan dalam masyarakat.
b. Mengapa mempelajari epistemologi?
Menurut Sudarminta, terdapat tiga alasan mengapa
mempelajari epistemologi:
1) Pertimbangan strategis:
kajian epistemology perlu karena pengetahuan
sendiri sangatlah strategis bagi kehidupan manusia.
2) Pertimbangan kebudayaan:
bahwa epistemology mencari tahu pengetahuan dari unsur-unsur dan system
kebudayaan yang dianggap penting bagi kehidupan manusia.
3) Pertimbangan pendidikan:
sebagai usaha sadar untuk membantuk peserta didik mengembangkan pandangan
hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup untuk tidak lepas dari
penguasaan pengetahuaan.
c. Dasar-dasar pengetahuan
Berikut merupakan dasar-dasar munculnya sebuah
pengetahuan:
1) Pengalaman: adalah
keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam
interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan
seluruh kenyataan termasuk dengan Tuhan.
2) Ingatan: pengalaman
tidak dapat berdiri sendiri, dibutuhkan ingatan untuk menyimpan pengalaman.
Adapun ingatan dapat menjadi sebuah pengetahuan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya apabila memiliki kesaksian atas peristiwa
dan ingatan harus bersifat konsisten.
3) Kesaksian: suatu
penegasan kebenaran oleh seseorang saksi kejadian atau peristiwa dan diajukan
berdasarkan keyakinan akan kewenangan atau jaminan otoritas.
4) Minat dan rasa ingin
tahu: Minat mengarahkan pada perhatian terhadap sesuatu yang penting dan rasa
ingin tahu adalah keinginan yang mendorong untuk bertanya melakukan
penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya.
5) Pikiran dan penalaran:
kedua hal tersebut saling berkaitan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan
penalaran untuk memungkinkan timbul pengetahuan.
6) Logika: logika sebagai
sarana penalaran untuk mencapai suatu kebenaran.
7) Bahasa: bahasa merupakan
landasan untuk memungkinkan manusia untuk melakukan penalaran hingga
timbul sebuah pengetahuan.
8) Kebutuhan hidup manusia:
pengetahuan muncul sebagai dimensi pragmatis dimana pengetahuan muncul sebagai
tuntutan pemenuhan kebutuhan.
3. Ontologi
a.
Pengertian
Secara terminologi, ontologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang
berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang
hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara
itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu
tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska.
Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk
menelaah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan,
yakni berkenaan dengan hakikat wujud.
Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan
sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan
emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa
cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau
pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan
pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat
adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu
adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia
mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan
kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Aspek ontologi ilmu pengetahuan
tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara:
1) Metodis:
Menggunakan cara ilmiah.
2) Sistematis: Saling
berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu keseluruhan.
3) Koheren:
Unsur – unsur harus bertautan tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.
4) Rasional:
Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis).
5) Komprehensif:
Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan.
6) Radikal:
Diuraikan sampai akar persoalan, atau esensinya.
7) Universal:
Muatan kebenaranya sampai tingkat umum yang berlaku dimana saja.
b. Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari
ilmu pengetahuan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta
mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang
diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah
sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan
pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana
disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan
yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Filsafat
pendidikan yaitu ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang
diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan permasalahan pendidikan.
Filsafat
merupakan ilmu pengetahuan komprehensif sehingga dalam memecahkan
masalah-masalah filsafat, metode yang digunakan berbeda dengan metode yang
digunakan untuk mempelajari filsafat. Dalam memecahkan masalah filsafat
menggunakan metode deduktif, metode induksi, dan metode dialektik. Sedangkan
dalam mempelajari filsafat terdapat beberapa metode yang digunakan yaitu metode
sistematis, metode historis, dan metode kritis.
Selain
terdapat metode yang digunakan untuk memecahkan masalah filsafat dan
mempelajari filsafat, ada juga cabang ilmu dalam filsafat pendidikan yaitu aksiologi,
epistemology, dan ontology.
B.
Saran
Saran
bagi penulis terhadap pembaca yaitu kita seharusnya mempelajari filsafat
pendidikan karena ilmu pengetahuan tersebut sangat penting bagi kita dalam mengatasi
setiap persoalan dalam hidup. Selain itu, ilmu pengetahuan selalu berkembangan
sesuai dengan perkembangan zaman dan peradapan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yaNg sopaN iia