Rabu, 12 Maret 2014

Filsafat Pendidikan

PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap manusia yang hidup akan menemui berbagai masalah, dalam menghadapi setiap masalah tersebut manusia memerlurkan ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia maka ilmu pengetahuan selalu berkembang. Penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, suatu yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mempelajari perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian filsafat pendidikan?
2.      Apa saja metode-metode dalam filsafat?
3.      Apa saja cabang ilmu dalam filsafat pendidikan?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian filsafat pendidikan.
2.      Menjelaskan metode dalam filsafat.
3.      Menjelaskan cabang-cabang ilmu dalam filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat
Kata Filsafat berasal dari bahasa yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta ilmu pengetahuan. Terdiri dari philos yang berarti cinta, senang dan suka serta kata Sophia berarti pengetahuan,hikmah dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Hasan Shadily (1984 : 9 ), mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka pada hikmah dan kebijaksanaan.
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri.
Berpikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri, adalah sebagai karakteristik dan berpikir Filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam.
Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relative. Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun , penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang diagap benar oleh masyarakat ataubangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, suatu yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Menurut Al-Syaibany (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Menurut John Dewey, fisafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Menurut Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Jadi filsafat pendidikan yaitu ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan permasalahan pendidikan. Filsafat ilmu (pendidikan) mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, fisik, dan metafisik. Filsafat ilmu memfokuskan pembahasan dalam metodologi ilmu pengetahuan ilmu merupakan salah satu cara untuk mengetahui bagaimana budi manusia bekerja.ilmu pengetahuan meupakan karya budi manusia bekerja , karya budi logis dan imajinatif sekaligus bernurani, ilmu bersifat empirik, sistematik observatif dan obyektif  filsafat ilmu.
B.     Metode Dalam Filsafat
Kata Metode berasal dari kata Yunani yaitu Methodos, sambungan kata depan Meta (ialah menuju, melalui, mengikuti, sesudah ) dan kata benda Hodos (ialah jalan, perjalanan,cara,arah) kata Methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu ( Anton Bakker, 1984 : 10 ).
Metode adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Lantaran banyaknya metode ini, Runes dalam Dictionary of Philosophia sebagaimana dikutip oleh Anton Bakker menguraikan sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode-metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Yang paling penting dapat disusun menurut garis historis sedikitnya ada sepuluh metode yaitu sebagai berikut:
1.      Metode kritis: socrate, plato
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog),membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
2.      Metode Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan jalan instrokspeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan fikiran. Bergson : dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.


3.      Metode Skolastik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4.      Metode Geometris: Rene Descrates dan pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan  hakikat-hakikat “sederhana”(ide terang dan berbeda dari yang lain) ; dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5.      Metode Empiris : Hobbes Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar ;maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun secara geometris.
6.      Metode Transendental : Immanuel kant, Neo- Skolatik)
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis dislidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7.      Metode Fenomenolohis : Husserl, Eksistensialisme.
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis ( reduction ), refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8.      Metode Dialektis: Hegel, Marx
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
9.      Metode Neo-Positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif ( esakta ).
10.  Metode Analitika Bahasa: Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis ( Anton Bakker, 1984 : 21-22 ).
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi dan dialektika.
1.    Metode Deduktif
Adalah, suatu metode berpikir dimana kesimpulan ditarik dari prinsip-prinsip umum dan kemudian diterapkan kepada semua yang bersifat khusus. Contohnya sebagai berikut:
a.    Semua manusia adalah fana (prinsip umum).
b.    Semua raja adalah manusia (peristiwa khusus).
c.    Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan).
2.    Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum. Contoh:
a.    Bagus adalah manusia (prinsip khusus).
b.    Dia akan mati (prinsip umum).
c.    Seluruh manusia akan mati (kesimpulan).
3.    Metode Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga jenjang penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu contoh argument yang didalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi argument tersebut akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak enyajikan pemahaman tang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari dialektik ini kita memasuki lebih dalam pada problema asli. Dan dengan demikian ada demikian ada kemungkinan untuk mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir yang benar ia maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita mesti mengusahakan kompromi antara beberapa pandapat atau keadaan yang berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu. Hegel sangat mengagumi filsuf yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa “pertentangan adalah bapak segala sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang menampilkan “lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase ketiga disebut sintesis, yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling berlawanan. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dinamakan menjadi sintesis baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang dapat berupa tesis dan antitesis. Bagi Suami, anak dapat mrupakan bagian dari dirinya sendiri. Demikian juga dari sang Istri, dengan demikian si anak merupakan sintesis bagi Suami Istri tadi.
Metode yang digunakan memecahkan problem-problem filsafat, berbeda dengan metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga macam metode untuk mempelajari filsafat, diantaranya:
a.    Metode Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh atau pada metode.
Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori pengetahuan yang berdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari teori hakikat, teori nilai atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat untuk membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
b.    Metode Histories
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarahnya dapat dibicarakan dengan demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah. Misal dimulai dari pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat,  maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan Anaxr mandios Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
c.    Metode Kritis
Metode ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Sebaiknya metode ini digunakan pada tingkat sarjana.
Disini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun histories. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga berupa dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri ataupun menggunakan pendapat filusuf lain.  Jadi, jadi jelas tatkala memulai pelajaran amat diperlukan dalam belajar filsafat dengan metode ini.




C.     Cabang Ilmu Dalam Filsafat Pendidikan
1.      Aksiologi
a.       Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
b.      Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu:
1)    Etika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2)    Estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya  tetap merupakan perasaan.
c.       Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1)    Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2)    Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3)    Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.
d.      Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
2.      Epistemologi
a.       Pengertian epistemology
Epistemologi dalam filsafat pada dasarnya adalah ilmu yang mengkaji kebenaran secara umum sehingga dapat ditemukan sebuah kebenaran yang bertanggung jawab. Secara terminologi, epistemology berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau epistamai yaitu mendudukkan atau menempatkan. Sedangkan secara harfiah epistemology adalah pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Selain disebut dengan epistemologi, ilmu ini juga disebut dengan genoseologi yang artinya teori pengetahuan.
Epistemologi dalam mengkaji sebuah kebenaran perlu mengetahui ciri-ciri umum sebuah pengetahuan seperti:
·           Bagaimanan dasar sebuah ilmu pengetahuan?
·           Bagaimana ruang lingkup?
·           Kritis mengkaji pengandaian/syarat logis dengan mempertanggungjawabkan secara rasional.
Selain itu epistemology juga disebut ilmu yang evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif di sini berarti mampu menilai kebenaran yang objektif dan mampu membuktikan bahwa pengetahuan tersebut benar-benar sebuah kebenaran. Normatif berarti ilmu tersebut dapat memberikan sebuah tolak ukur kebenaran, maksudnya sampai dimanakan sesuatu pengetahuan tersebut dapat diakui sebagai sebuah kebenaran. Dan kritis yaitu mampu mempertanyakan asumsi-asumsi, pendekatan-pendekatan, dan kesimpulan-kesimpulan. Adapun tujuan adanya kritis di sini adalah untuk mempertanggunjawabkan kebenaran yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Filsafat yang sering membicarakan epistemology adalah filsafat sains. Filsafat sains ini adalah langkah awal yang mendorong adanya ilmu pengetahuan. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam filsafat sains yaitu metodologi dan manfaat. Metodologi di sini maksudnya dalam filsafat sains sudah terdapat suatu cara-cara yang sah dalam menemukan pengetahuan yang ilmiah yang tercantum dalam metodologi penelitian. Dengan metodologi penelitian tersebut maka sebagai akademisi jika pengetahuan yang dimiliki ingin dijadikan sebuah ilmu pengetahuan haruslah memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam metodologi  tersebut. Kemudian manfaat, yaitu bahwa sesuatu yang dianggap sebagai ilmu pengetahuan tersebut selain benar juga harus bermanfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat ini nantinya juga akan berguna jika terdapat seseorang yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah ditemukan.
Epistemologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan epistemology berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Adapun perbedaannya adalah terletak pada objeknya, jika ilmu pengetahuan lain belajar tentang objek ilmu itu sendiri maka epistemology belajar tentang bagaimana objek itu ada dengan melihat dari berbagai pendekatan-pendekatan (belajar tentang proses terbentuknya objek). Dalam pendekatan objek tersebut tentunya tidak lupa untuk mengkritisi terhadap objek-objek yang biasa dianggap sebagai hal yang taken for granted.
Mengenai jenis-jenis epistemology terdapat tiga jenis epistemology berdasarkan titik pendekatannya yaitu epistemology metafisis, epistemology skeptis, dan epistemology kritis. Epistemologi metafisis adalah epistemologi yang membahas tentang suatu paham, ide, atau sesuatu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata misalkan seperti kejahatan. Kejahatan dibahas oleh epistemology metafisis sebagai sesuatu hal yang tidak bisa dilihat namun dampaknya dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Epistemologi skeptic yaitu epistemologi yang membahas tentang sesuatu yang terlihat oleh pancaindera, maka dari itu segala hal yang di luar diinderawi manusia akan diragukan dalam pendekatan ini. Terakhir adalah epistemology kritis yang tidak memprioritaskan metafisis dan skeptic namun lebih melihat pada pendekatan asumsi, prosedur, kesimpulan dan disesuaikan dengan akal sehat manusia. Epistemologi kritis tentunya selama ini merupakan pendekatan yang terbaik antara kedua pendekatan sebelumnya.
Dilihat dari objek yang dipelajari, epistemology terdiri dari dua jenis yaitu epistemology individual dan sosial. Epistemologi individual adalah sebuah kajian terhadap bagaimana proses individu menemukan dan mengetahui pengetahuan manusia. Epistemologi macam ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu psikologi kognitif. Salah satu cabang dari epistemologi individual ini adalah epistemology evolusioner. Epistemologi social adalah kajian terhadap proses menemukan sebuah pengetahuan dalam konteks social dengan melihat faktor-faktor dan hubungan-hubungan dalam masyarakat.
b.      Mengapa mempelajari epistemologi?
Menurut Sudarminta, terdapat tiga alasan mengapa mempelajari epistemologi:
1)    Pertimbangan strategis: kajian epistemology perlu karena pengetahuan  sendiri sangatlah strategis bagi kehidupan manusia.
2)    Pertimbangan kebudayaan: bahwa epistemology mencari tahu pengetahuan dari unsur-unsur dan system kebudayaan yang dianggap penting bagi kehidupan manusia.
3)    Pertimbangan pendidikan: sebagai usaha sadar untuk membantuk peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup  dan keterampilan hidup untuk tidak lepas dari penguasaan pengetahuaan.
c.       Dasar-dasar pengetahuan
Berikut merupakan dasar-dasar munculnya sebuah pengetahuan:
1)    Pengalaman: adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan seluruh kenyataan termasuk dengan Tuhan.
2)    Ingatan: pengalaman tidak dapat berdiri sendiri, dibutuhkan ingatan untuk menyimpan pengalaman. Adapun ingatan dapat menjadi sebuah pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya apabila memiliki kesaksian atas peristiwa dan ingatan harus bersifat konsisten.
3)    Kesaksian: suatu penegasan kebenaran oleh seseorang saksi kejadian atau peristiwa dan diajukan berdasarkan keyakinan akan kewenangan atau jaminan otoritas.
4)    Minat dan rasa ingin tahu: Minat mengarahkan pada perhatian terhadap sesuatu yang penting dan rasa ingin tahu adalah keinginan yang mendorong untuk bertanya melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya.
5)    Pikiran dan penalaran: kedua hal tersebut saling berkaitan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan penalaran untuk memungkinkan timbul pengetahuan.
6)    Logika: logika sebagai sarana penalaran untuk mencapai suatu kebenaran.
7)    Bahasa: bahasa merupakan landasan untuk  memungkinkan manusia untuk melakukan penalaran hingga timbul sebuah pengetahuan.
8)    Kebutuhan hidup manusia: pengetahuan muncul sebagai dimensi pragmatis dimana pengetahuan muncul sebagai tuntutan pemenuhan kebutuhan.
3.      Ontologi
a.       Pengertian
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.
Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara:
1)    Metodis: Menggunakan cara ilmiah.
2)    Sistematis: Saling berkaitan satu sama lain secara teratur  dalam satu keseluruhan.
3)    Koheren: Unsur – unsur harus bertautan tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.
4)    Rasional: Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar (logis).
5)    Komprehensif: Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan.
6)    Radikal: Diuraikan sampai akar persoalan, atau esensinya.
7)    Universal: Muatan kebenaranya sampai tingkat umum  yang berlaku dimana saja.
b.      Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Filsafat pendidikan yaitu ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan permasalahan pendidikan.
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan komprehensif sehingga dalam memecahkan masalah-masalah filsafat, metode yang digunakan berbeda dengan metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Dalam memecahkan masalah filsafat menggunakan metode deduktif, metode induksi, dan metode dialektik. Sedangkan dalam mempelajari filsafat terdapat beberapa metode yang digunakan yaitu metode sistematis, metode historis, dan metode kritis.
Selain terdapat metode yang digunakan untuk memecahkan masalah filsafat dan mempelajari filsafat, ada juga cabang ilmu dalam filsafat pendidikan yaitu aksiologi, epistemology, dan ontology.
B.     Saran

Saran bagi penulis terhadap pembaca yaitu kita seharusnya mempelajari filsafat pendidikan karena ilmu pengetahuan tersebut sangat penting bagi kita dalam mengatasi setiap persoalan dalam hidup. Selain itu, ilmu pengetahuan selalu berkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradapan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yaNg sopaN iia