Fungsi Apresiasi dan Kritik
dalam Pendidikan Seni Rupa
A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa
Salah satu aspek pembelajaran
yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah apresiasi. Dalam bahasa
sederhana, apresiasi berarti menerima, menghargai melalui proses yang
melibatakan rasa dan fikir. Kegiatan apresiasi seni di masyarakat kita, begitu
juga dalam penyelenggaraan pendidikan seni di kelas, sampai saat ini masih
terbatas sekali dalam arti belum banyak dikembangkan. Walaupun sesungguhnya
pada masa sekarang, anak-anak memiliki lebih banyak peluang untuk meningkatkan
apresiasi dibandingkan dengan zaman dahulu. Kini teknologi elektronika,
khususnya reproduksi dan percetakan sudah maju. Karya-karya terkenal dapat
diperlihatkan guru kepada para siswa di sekolah. Pameran-pameran seni juga
lebih sering diselenggarakan.
Tetapi yang lebih penting
lagi, peningkatan apresiasi dapat dilakukan dari tingkat dasar yang sederhana,
dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya, dilakukan guru di dalam
kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek : mata
(pengamatan) dan rasa (penghayatan), melalui teknik bertanya dan menunjukkan
unsur-unsur menarik dari suatu karya.
Secara lebih luas, apresiasi
dilakukan bukan hanya terhadap karya seni tetapi juga terhadap keindahan di
alam. Siswa diajak “melihat” keindahan yang ada di mana-mana. Keindahan atau
kemenarikan hasil karya ditunjukkan guru (lebih tepat: disarankan), dengan
catatan bukan mutlak harus diterima siswa. Dengan banyaknya melihat unsur-unsur
yang indah/artistik, maka terciptalah pola gambaran mental pada dirinya tentang
apa-apa yang dianggap kebanyakan orang sebagai hal yang indah/seni. Selanjutnya
ia akan memilih, hal-hal apa yang secara individual menarik bagi dirinya. Di
sinilah letak kebebasan siswa untuk menerima atau menolak, menyenangi atau
kurang menyenangi sesuatu yang memungkinkan dirinya memiliki kepekaan
individual (sebagai apresiator) maupun gaya individual (jika ia berkarya).
Menurut Lowenfeld (1982),
diskusi tentang aspek-aspek desain (harmoni, keseimbangan, ritme, kesatuan,
pusat perhatian, dsb) akan membentuk kesadaran anak terhadap kualitas
baik-buruk karya seni dan dengan demikian apresiasi seni akan terbentuk.
Hal-hal yang dibicarakan dalam
diskusi tersebut meliputi antara lain :
1. Judul-judul atau objek yang digambarkan:
apa yang tampak, apa yang aneh, apa yang menarik. Pada tahap usia SD, yang
disukai anak umumnya penggambaran secara visual yang “hidup”, bukan karya-karya
abstrak atau yang memerlukan renungan mendalam.
2. Warna. Dipertanyakan mana yang disukai,
mana warna yang kurang kuat (kabur), mana yang menurut mereka aneh atau ganjil.
3. Penempatan. Dipertanyakan, bagaimana
kesesuaian ukuran gambar dengan bidang gambar, distimulasi perlunya
keseimbangan, untuk meningkatkan kepekaan komposisi.
4. Pemanfaatan media. Dipertanyakan
kemungkinan-kemungkinan teknik penggunaan media, sifat khas media serta
cara-cara orang lain yang berhasil menggunakannya.
Perlu dikemukakan di sini bahwa pengembangan
apresiasi seni untuk SD hendaknya lebih diutamakan secara terpadu dengan
kegiatan praktek, jadi bukan tersendiri misalnya dua jam pelajaran memberi
ceramah tentang macam-macam apresiasi seni. Anak dapat dibimbing untuk
mendiskusikan karyanya sendiri atau mengapresiasi karya temannya
B. Kritik Seni dalam Pendidikan Seni Rupa
Kritik Pedagogik (Pedagogical
Criticism) adalah tipe kritik yang dilakukan oleh seorang guru (pendidik)
terhadap karya siswanya dalam usaha mengembangkan proses pembelajaran yang bermuatan
kreasi dan apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa, seorang pendidik
memiliki peranan sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi, responsi,
evaluasi, reinforcement. Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi
untuk membina kemandirian kreasi dan ekspresi diri anakdidik (Siswa). Tidak
menghakimi siswa dengan putusan nilai
yang kuantitatif, namun lebih mengarah kepada penguatan the student’s artistic personality.
Jika kita tinjau dari sudut
kependidikan, kritik menempati posisi yang
integratif dengan sistem pembelajaran.
Kritik dalam proses belajar - mengajar akan selalu muncul tak terpisahkan dengan dengan metoda
mengajar, strategi belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kritik lisan yang disampaikan
Pendidik dalam kelas terhadap karya Siswa sebagai bukti bahwa Pendidik berusaha
untuk membangun artistic personality Siswa. Hal itu tidak lepas dari keseluruhan proses
pembelajaran. Berbeda dengan evaluasi.
Evaluasi diberikan oleh Pendidik kepada Siswa dalam upaya untuk mengetahui
keberhasilan proses belajar - mengajar, dan dilakukan di akhir suatu program
(misalnya tes formatif, sumatif, dsb.). Evaluasi terpisah dari keseluruhan
proses pembelajaran. Pembobotan nilai dalam kritik pun berbeda dengan evaluasi
biasa.
C. Pendidikan melalui Kritik dan Apresiasi
Seni
Pembelajaran apresiasi dan kritik seni tidak saja
berfungsi dalam pembelajaran seni tetapi dapat juga diimplementasikan untuk
pembelajaran lainnya. Implementasi
kritik dan apresiasi menumbuhkan sikap yang mendukung anak dalam: (1)
pembelajaran sosial, (2) membangun kemitraan dengan
komunitas, (3) menjadi peneliti yang
aktif, (4) menjadi komunikator yang efektif dan (5) partisipasi dalam kehidupan yang saling
berketergantungan.
1. Pembelajaran Sosial
Kompetensi untuk menilai dan menghargai
karya seni menumbuhkan sikap untuk menghargai fenomena sosial lainnya. Ketika
para siswa mengambil bagian dalam apresiasi praktek seni yang ada di
masyarakat, mereka mengembangkan suatu pemahaman tentang dinamika masyarakat
dalam konteks budaya, sosial, ekonomi dan historis tertentu dan berbagi makna
sosial yang diproduksi dan dihargai oleh kelompok masyarakat tersebut. Melalui
kegiatan dan pengalaman ini, para siswa mengembangkan keterampilan interaktif,
kepercayaan sosial, pemahaman dinamika kelompok dan kemampuan untuk
merundingkan dalam kelompok ketika mereka bekerja ke arah suatu tujuan bersama.
Hal ini akan mendidik mereka untuk memahami perasaan mereka sendiri, tanggapan
secara emosional dan orang lain seperti halnya ketika mereka terlibat dalam,
dan merefleksikan, sebuah pengalaman seni. Kondisi ini membawa mereka ada dalam
situasi yang memungkinkan untuk berempati dengan yang lain, berbagi
kegembiraan, mengatur frustrasi dan menghadirkan perasaan ketika menciptakan
produk seni.
2. Membangun kemitraan dengan komunitas
Apresiasi seni dapat menciptakan
kebersamaan di antara para siswa dan anggota sekolah, masyarakat sekitar dan
komunitas seni. Kemitraan ini melibatkan siswa dalam pendekatan dengan banyak
orang, pengalaman dan konteks. Beberapa siswa dapat mengakses manfaat pribadi
melalui pengalaman seni yang ada di masyarakat ini seperti halnya pengalaman
belajar yang diciptakan di sekolah. Mengembangkan kemitraan dengan pihak yang
menawarkan keikutsertaan dalam berbagai program seni memungkinkan untuk
menghubungkan pelajaran di dalam sekolah dengan realitas yang ada dimasyarakat.
Kemitraan juga menyediakan peluang untuk menginformasikan masyarakat tentang
pendidikan di dalam dan melalui aktivitas seni.
Dengan asumsi sumber daya masyarakat dan sekolah
berbeda, aktivitas belajar dapat diperkaya dengan membangun kemitraan dengan
orang lain pihak yang terlibat dalam seni. Orang tua, anggota masyarakat,
pengurus seni (arts administrators),
seniman lokal, para guru dan para pekerja industri seni dapat memberi dukungan
dengan berbagi kegiatan, pengalaman, keahlian, keterampilan dan cara kerja
mereka menggunakan material serta praktek.
Kemitraan
dengan komunitas dapat juga memperkaya aktivitas pelajaran yang ditawarkan ke
para siswa dengan menyediakan akses ke peralatan, fasilitas, musium, dan
kegiatan seni di masyarakat. Pengertian yang mendalam terhadap praktek seni
dapat disajikan melalui pengalaman seniman dalam program sekolah, karya seni
yang asli dan “ruang” aktivitas seni di luar kelas, “ruang” publik dan “ruang”
virtual. Kegiatan ini berharga bagi para siswa dan anggota masyarakat karena
memiliki peluang untuk berinteraksi dan berkolaborasi pada proyek seni dalam
situasi belajar di kehidupan nyata.
Penghargaan dan pemahaman tentang
keaneka ragaman budaya dan sifat alami saling berhubungan antara seni dan
budaya mungkin dieksplorasi dengan jalan yang penuh makna. Hal ini ditingkatkan
melalui representasi praktek seni dan seniman-seniman tradisi yang lahir dari
budaya asli yang ada di masyarakat ke dalam lingkungan sekolah.
Kemitraan dengan masyarakat pedalaman dan
penduduk asli, misalnya, menyediakan peluang belajar yang cukup esensial bagi
siswa. Masyarakat semacam ini sering mempunyai kultur dengan suatu orientasi
lisan dan pendekatan holistik kepada transmisi pengetahuan budaya. Ekspresi
dari identitas budaya, sejarah, hukum, hubungan dengan alam dan sistem
kekerabatan melalui suatu variasi makna artistik menyediakan pengalaman belajar
yang kaya bagi para siswa. Untuk menciptakan dan memelihara kemitraan dengan
masyarakat pedalaman atau penduduk asli, peserta belajar harus menghormati
protokol dan prosedur yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Efektivitas dari
proses pembelajaran melalui program kemitraan ini, dapat dilakukan dengan
mencari pembimbing (guidance) dari
kelompok pribumi, organisasi dan anggota masyarakat yang relevan.
3. Menjadi peneliti yang aktif
Melalui kegiatan apresiasi dan kritik pada dasarnya
siswa melakukan kegiatan penelitian. Sebagai peneliti yang aktif, para siswa
membangun makna melalui apresiasi dan kritik apa yang mereka selidiki, uraikan
dan prediksi. Mereka mempelajari dan menemukan sendiri jalan yang efektif untuk
mengakui adanya berbagai perspektif dan untuk menghadapi tantangan perbedaan
pandangan, metoda dan kesimpulan. Para siswa menggunakan berbagai teknik dan
teknologi dan menerapkannya dalam apresiasi dan kritik untuk menyelidiki dan
menganalisa secara tekstual maupun kontekstual. Sikap ini akan membantu
kepekaan siswa terhadap aspek gagasan yang bersifat intuitif dan berlangsung
sesaat dari banyak proses dan produk seni sehingga peluang terhadap penemuan
dapat segera dikenali dan diselidiki (dikaji dengan kritis).
4. Menjadi komunikator yang efektif
Mempresentasikan tanggapan dalam pembelajaran kritik
dan apresiasi dapat mendorong siswa menjadi komunikator yang efektif.
Kompetensi ini menuntut para siswa mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi
secara efektif dan dengan penuh percaya diri di dalam berbagai konteks dan
untuk komunikan yang berbeda. Mereka belajar untuk menggunakan berbagai sistem
simbol, bahasa, bentuk dan proses seni ketika merumuskan, mengkomunikasikan
serta membenarkan pendapat dan gagasan. Para siswa memahami bahwa karya seni
berfungsi juga sebagai media komunikasi yang membawa nilai-nilai didalamnya
sebagai konstruksi kenyataan dan imajinasi, serta mempunyai kapasitas untuk
menimbulkan tanggapan.
5. Partisipan dalam kehidupan yang saling berketergantungan.
Dengan mengambil bagian, mengapresiasi dan
mengkritisi pengalaman, produk dan capaian seni, para siswa mulai untuk
mencerminkan, bereaksi dan mengevaluasi peran seni di dalam masyarakat yang
berbeda. Para siswa mengembangkan suatu pemahaman yang meningkatkan kualitas
diri mereka sebagai anggota budaya dan masyarakat masa lampau, hari ini dan
masa depan di mana mereka dapat berkontribusi didalamnya.
Melalui negosiasi dan bekerja sama dalam
pengambilan keputusan, serta aktif secara efektif di dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama, para siswa belajar mengidentifikasi dan menerapkan
keterampilan antar budaya dan antar pribadi yang berbeda. Kemampuan ini dapat
mengembangkan suatu kapasitas untuk mengatasi kerancuan dan kompleksitas di
dalam dunia dari perubahan budaya, sosial, teknologi dan ekonomi yang cepat
terutama dalam era globalisasi saat ini (lihat Duncum, 2001)
Rangkuman
Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting adalah
apresiasi. Dalam pembelajaran seni rupa, peningkatan apresiasi dapat dilakukan
dari tingkat dasar yang sederhana, dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya,
dilakukan guru di dalam kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan
gabungan antara aspek: mata (pengamatan) dan rasa (penghayatan), melalui teknik
bertanya dan menunjukkan unsur-unsur menarik dari suatu karya.
Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticism) adalah tipe
kritik yang dilakukan oleh seorang guru (pendidik) terhadap karya siswanya
dalam usaha mengembangkan proses pembelajaran yang bermuatan kreasi dan
apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa, seorang pendidik memiliki peranan
sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi, responsi, evaluasi, reinforcement.
Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi untuk membina kemandirian kreasi dan
ekspresi diri anakdidik (Siswa). Guru tidak menghakimi siswa dengan putusan
nilai yang kuantitatif, namun lebih
mengarah kepada penguatan the
student’s artistic personality.
Pendidikan
melalui Kritik dan Apresiasi Seni memberikan manfaat dalam (1) pembelajaran
sosial, (2) membangun kemitraan dengan komunitas, (3) menjadi peneliti yang aktif, (4) menjadi
komunikator yang efektif dan (5)
berpartisipasi dalam kehidupan yang saling berketergantungan.