MAKALAH
DAVID AUSUBEL TENTANG BELAJAR BERMAKNA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA SD
oleh
Wahyu Dwi Prastuti
1401411535
Dosen Pengampu : Mur Fatimah
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
David
Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. inilah yang membedakan
Ausubel dari teoriawan – teoriawan lainnya yang hanya berlatar belakang
psikologi, tetapi teori – teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke
dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”,
serata retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar ini.
Dalam makalah ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, yaitu
belajar bermakna, belajar hafalan, pristiwa subsumsi, diferensiasi progresif,
penyesuaian integratif, belajar superordinat, pengatur awal, serta bagimana
teori ini diterapkan dalam mengajar.
2.
Rumusan Masalah
1. Belajar
menurut Ausubel ?
2. Menerapkan
teori Ausubel dalam mengajar ?
3. Peta
konsep ?
3.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui
bagimana teori belajar menurut Ausubel, Penerapan teori Ausubel dalam mengajar,
dan peta konsepnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BELAJAR MENURUT AUSUBEL
Menurut Ausubel,
belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa,
melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa
dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta,
konsep-konsep, dan generalisasi- generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
oleh siswa.
Pada tingkat pertama
dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk penerimaan
yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain)
yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi,
siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru, tanpa
menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya,
dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Ausubel menyatakan,
bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar
hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila
siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar penerimaan pun dapat dibuat
bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep.
Sedangkan memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu
teka-teki.
1.
Belajar
bermakna.
Menurut Ausubel bahan
subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran
bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek
itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru
tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor
intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2.
Belajar
hafalan
Bila dalam struktur
kognitif seseorang tidak terdapat konsep – konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila
tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep – konsep
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.
Pada kenyataannya, bayak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong
para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam
struktur kognetif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya
pada para siswa hanya terjadi belajar hafalan.
3.
Subsumsi
dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna
berlangsung, infirmasi terbaru terkait pada konsep-konsep dalam struktur
kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel mengemukakan
istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi
baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif ,
memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang – penghalang
perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya
kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi
yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori
belajar asimilasi ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi, dan secara
simbolis dinyatakan sebagai berikut :
A + a1 → A’ a1’ + a2 →
A” a1’ a2’ + a3 → A’” a1’
a2’ a3’
Waktu = 0 Waktu
= 1 Waktu = 2 Waktu = 3
A = Subsumer
A’ =
Subsumer yang mengalami modifikasi
A” dan A”’ =
Subsumer yang lebih banyak mengalami modifikasi
a1 =
Infomasi baru yang mirip dengan subsumer A, demikian pula a2 dan
a3,
a1’,a2’,a3’ = pengetahuan baru yang telah
tersubsumsi.
Jadi, walaupun
kelihatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah
oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Menurut Ausubel dan
Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1. Informasi
yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
2. Informasi
yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsymer –
subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang
mirip.
3. Informasi
yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada
subsumer, sehingga mempermudah belajar hal – hal yang mirip, walaupun telah
terjadi “lupa”.
4.
Variabel-variabel
yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna.
Faktor – faktor utama
yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna adalah struktur kognitif yang
ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada
waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognetif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk kedalam struktur
kognetif itu ; demikian pula sifat prosese interaksi yang terjadi.jika struktur
kognetif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur,maka struktur kognetif
itu cendrung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat – prasyarat dari
belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a. Materi
yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b. Siswa
yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna,
jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning
set).
Kebermaknaan materi
pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu sebagai berikut :
a. Materi
itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b. Gagasan
– gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
B.
MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM
MENGAJAR
Kebermaknaan materi
pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam
struktur kognitif siswa. Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna,
maka David Ausable mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1.
Pengatur
awal (advance organizer).
Pengatur awal atau
bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan
konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat
meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang
telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan
prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna.
2.
Diferensiasi
progresif.
Dalam proses belajar
bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur
yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru yang lebih
mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.
Belajar
superordinat
Belajar superordinat
adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi,
terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam
struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung
hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan
terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.
Penyesuaian
Integratif
Pada suatu sasat siswa
kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep
digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan
pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable
mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran
disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi
konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan
(reception learning).
Belajar penangkapan
pertama kali dikembangkan oleh David Ausable sebgai jawaban atas ketidakpuasan
model belajar diskoveri yang dikembangkan oleh Jerome Bruner tersebut. Menurut
Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang pening atau relevan untuk
dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan
kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable
menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan. Para
pakar teori belajar penangakapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a. Menstrukturkan
situasi belajar.
b. Memilih
materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c. Menyajikan
materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar
penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang
direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful
information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian
Advance Organizer
Advance organizer
merupakan pernyataan umumyang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup
dalam urutan pengajaran. Advance organiberfungsi untuk menghubungakan gagasan
yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam
pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang
sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian
materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru
menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah,
diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar kepada siswa . Ausable
menekankan tentang pentingnaya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya
pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat
didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan
diferensiasi progresif, dimna pembelajaran berlangsung setahap demi setahap
demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik,
contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep
baru.
3. Memperkuat
organisasi kognitif.
Ausable menyarankan
bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah
direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa
rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang
bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan
pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru
dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan
pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang dideskripsikan didalam
advance organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam
rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
C.
Peta Konsep
1.
Apakah
peta konsep itu ???
Peta konsep adalah
untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi-
proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh
kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta
konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung
untuk membentuk proposisi Misalnya, “padi itu hijau” akan merupakan suatu peta
konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu padi dan hijau,
dihubungkan oleh kata itu.
2.
Ciri-Ciri
Peta Konsep
a. Peta
konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep – konsep dan proporsi –
proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa
“melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih
bermakna.
b. Suatu
peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang studi atau suatu
dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep
yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti
hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan
besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c. Cara
menyatakan hubungan antara konsep – konsep. Tidak semua konsep-konsep mempunyai
bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif
daripada konsep-konsep yang lain.
d. Tentang
hirearki .
3.
Menyusun
Peta Konsep
Ada
beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a. Pilihlah
suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan
konsep – konsep yang relevan.
c. Urutkan
konsep – konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak
inklusif atau contoh – contoh.
d. Susunlah
konsep – konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif ke
konsep yang tidak inklusif.
e. Hubungkanlah
kosep itu dengan kata – kata penghubung.
4.
Kegunaan
Peta Konsep
Dalam
pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan :
a. Menyelidiki
apa yang telah di ketahui siswa.
Telah dikemukakan sebelumnya,bahwa belajar bermakana
membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan
pengetahuan baru dengan kosep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk
memperlancar prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahui”tempat awal
konseptual”.dengan lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang
telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa
diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa yang
telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan peta
konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan
demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.
b. Mempelajari
cara belajar
Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari
buku pelajaran,ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan
diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk
mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang
paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan
konsep-konsep yang lain yang kurang inkluisif pada konsep yang paling
inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari kata atau kata-kata penghubung untuk
mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsisi-proporsisi yang bermakna.
Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat
konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau,atau menerapkan konsep-konsep
yang sedang dihadapinya kedalam kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia
telah berusaha benar untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah
berlangsung pada siswa itu.
c. Mengungkapkan
konsepsi salah.
Salain
kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula
mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep
salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang
mengakibatkan proporsi yang salah.
- Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan
pada tiga gagasan dalam teori kognetif Ausubel.
ü Struktur
kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap
konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
ü Konsep-konsep
dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini
menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu, diman
konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih
banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas
dipelajari”,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
ü Penyesuaian
integratif. Frinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan
meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan
konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang
berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan
adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
Teori
belajar bermakna dikemukakan oleh David Ausubel dimana pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang
telah dikuasai siswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran
bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui
pembelajaran.
Pembelajaran
bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan
keterampilansiswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Oleh itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah
dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap
olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
- Saran
Demikianlah
makalah berjudul “David Ausubel : Belajar Bermakna” ini kami buat
berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih ada banyak
kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari
para pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati
lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Wilis, D, Ratna.1989.
TEORI -TEORI BELAJAR. Bandung : Erlangga.
Ausubel,D.P1960.”The
use of advanced organizersmin the learning and retention of meningful verbal
material”Journal Of educational psychology,51.267-272.
http://wangmuba.com/2009/02/18/
proses-belajar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yaNg sopaN iia