Senin, 05 November 2012

Proses Membaca dan Menulis Permulaan pada Anak SD di Kelas Rendah



Proses Membaca dan Menulis Permulaan
pada Anak SD di Kelas Rendah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD Kelas Rendah

oleh
Wahyu Dwi Prastuti
1401411535

Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M.Pd


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

BAB I

 PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak.

Tujuan membaca permulaan di kelas I adalah agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas I. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan ketrampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Sedangkan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tanpa tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis tidak akan dimiliki seseorang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik secara terus-menerus. Dengan menulis secara terus-menerus dan latihan yang sungguh-sungguh, keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja. Keterampilan itu juga bukanlah suatu keterampilan yang sederhana, melainkan menuntut sejumlah kemampuan. Betapapun sederhananya tulisan yang dibuat, penulis tetap dituntut memenuhi persyaratan seperti yang dituntut apabila menulis tulisan yang rumit.

Berdasarkan penelitian selama ini alokasi waktu pembelajaran membaca dan menulis di sekolah-sekolah yang salah satunya di SD, relatif lebih kecil. Hal ini berdampak pada keterampilan mereka belum maksimal sehingga setelah para siswa menamatkan jenjang sekolah, dikhawatirkan belum mampu menggunakan keterampilan berbahasa secara baik dan benar. Oleh karenanya, kami akan membahas lebih lanjut tentang proses membaca dan menulis permulaan pada anak SD dikelas rendah.

2.      Tujuan Penuliasan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

  • Untuk mengetahui proses membaca dan menulis pada anak SD dikelas rendah.
  • Untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD Kelas Rendah



3.      Alasan Pembahasan Masalah



a.    Mengetahui pengertian membaca permulaan.

b.    Mengerti tentang pembelajaran membaca permulaan.

c.    Metode-metode membaca permulaan.

d.   Mengetahui pengertian menulis permulaan.

e.    Metode dan pembelajaran menulis permulaan.



4.      Rumusan masalah

 “Bagaimana proses membaca dan menulis permulaan pada anak SD dikelas rendah?”



BAB II

PEMBAHASAN


A.     Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.

Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.

Menurut La Barge dan Samuels proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu :

a.       visual memory (vm),

b.      phonological memory (pm), dan

c.       semantic memory (sm).

Lambang lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat VM, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat PM terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat.

Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan membaca.Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut,untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan:

a.       lambang-lambang tulis,

b.      penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan

c.       memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.

Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.

B.       Pembelajaran Membaca Permulaan

Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.

C.      Metode-metode Membaca Permulaan

Metode adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud cara mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas 1 dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.

Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan , antara lain :

1.      metode abjad;

2.      metode bunyi;

3.      metode kupas rangkai suku kata;

4.      metode kata lembaga;

5.      metode global; dan

6.      metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).


a.       Metode abjad dan metode bunyi

Menurut Alhkadiah,kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:

Metode abjad              : bo-bo-bobo

la-ri-lari

Metode bunyi              : na-na-nana

lu-pa-lupa

b.      Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga

Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:

Metode kupas rangkai suku kata        : ma ta-ma ta

pa pa-pa pa

Metode kata lembaga                            :   Bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola

c.       Metode global

Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya.Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca.

d.      Metode SAS

Metode ini dibagi menjadi 2tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.Mengenai itu, Momo(1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:

1.        Tahap tanpa buku, dengan cara:
ü Merekam bahasa siswa

ü Menampilakn gambar sambil bercerita

ü Membaca gambar

ü Membaca gambar dengan kartu kalimat

ü Membaca kalimat secara struktual (S)

ü Proses Analitik (A)

ü Proses Sintetik (S)



2.        Tahap dengan buku, dengan cara:

ü Membaca buku pelajaran

ü Membaca majalah bergambar

ü Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.

ü Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelopok.

ü Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara individual.

Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah:

  • Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
  • Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.
  • Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Kelemahan metode SAS, yaitu:
  • Kurang praktis
  • Membutuhkan banyak waktu
  • Membutuhkan alat peraga
D.     Pengertian Menulis Permulaan

Menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang,membuat surat) dengan tulisan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1993:968) menurut pengertian ini menulis merupakan hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan kedalam tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986:21).

Dari pengertian menulis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan.


E.       Metode dan Pembelajaran Menulis Permulaan

a.    Metode Eja

Metode eja di dasarkan pada pendekatan harfiah, artinya belajar membaca dan menulis dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai berikut:

1.      Menulis huruf lepas

2.      Merangkaikan huruf lepas menjadi suku kata

3.      Merangkaikan suku kata menjadi kata

4.      Menyusun kata menjadi kalimat

b.    Metode kata lembaga

Metode kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1.      Mengenalkan kata

2.      Merangkaikan kata antar suku kata

3.      Menguraikan suku kata atas huruf-hurufnya

4.      Menggabungkan huruf menjadi kata

c.    Metode Global

Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata, menguraikan kata-kata menjadi suku kata (Djauzak, 1996:6).

d.   Metode SAS

Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana). Proses operasional metode SAS mempunyai langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:

a)      Struktur yaitu menampilkan keseluruhan.

b)      Analitik yatu melakukan proses penguraian.

c)      Sintetik yaitu melakukan penggalan pada struktur semula.

Demikian langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pembelajaran menulis permulaan dengan metode SAS, sehingga hasil belajar itu benar-benar menghasilkan struktur analitik sintetik.



BAB III

PENUTUP



1.         Simpulan

Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Sedangkan menulis adalah proses mengungkapkan gagasan, pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan.

Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada 6 metode yang dapat dipergunakan , antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).  Sedangkan dalam pembelajaaran menulis permulaan ada 4 metode yang dapat diterapkan, yaitu (1) metode eja (2) metode kata lembaga (3) metode global dan (4) metode SAS.

Dari semua metode yang ada, metode yang paling efektif diterapkan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis pada anak SD dikelas rendah adalah metode SAS, yaitu suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Namun metode SAS ini juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu:

  • Kurang praktis
  • Membutuhkan banyak waktu
  • Membutuhkan alat peraga

2.         Saran

Dalam proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan dikelas 1 SD hendaknya guru dapat menerapkan metode SAS.



DAFTAR PUSTAKA








MAKALAH DAVID AUSUBEL TENTANG BELAJAR BERMAKNA





MAKALAH
DAVID AUSUBEL TENTANG BELAJAR BERMAKNA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA SD



oleh
Wahyu Dwi Prastuti
1401411535

Dosen Pengampu : Mur Fatimah


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. inilah  yang membedakan Ausubel dari teoriawan – teoriawan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori – teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”, serata retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar ini. Dalam makalah ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, yaitu belajar bermakna, belajar hafalan, pristiwa subsumsi, diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, belajar superordinat, pengatur awal, serta bagimana teori ini diterapkan dalam mengajar.

2.      Rumusan Masalah
1.      Belajar menurut Ausubel ?
2.      Menerapkan teori Ausubel dalam mengajar ?
3.      Peta konsep ?

3.      Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagimana teori belajar menurut Ausubel, Penerapan teori Ausubel dalam mengajar, dan peta konsepnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    BELAJAR MENURUT AUSUBEL
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif  ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi- generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Ausubel menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki.
1.      Belajar bermakna.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.  Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2.      Belajar hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep – konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep – konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, bayak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognetif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi belajar hafalan.
3.      Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna berlangsung, infirmasi terbaru terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif , memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang – penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi, dan secara simbolis dinyatakan sebagai berikut :
A + a1 → A’ a1’ + a→ A” a1’ a2’ +  a→  A’” a1’ a2’ a3
Waktu = 0       Waktu = 1       Waktu = 2       Waktu = 3
A                     = Subsumer
A’                    = Subsumer yang mengalami modifikasi
A” dan A”’     = Subsumer yang lebih banyak mengalami modifikasi
a                           = Infomasi baru yang mirip dengan subsumer A, demikian pula    a2 dan a3,
a1’,a2’,a3         = pengetahuan baru yang telah tersubsumsi.
Jadi, walaupun kelihatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Menurut Ausubel dan Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat di ingat.
2.      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsymer – subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.      Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal – hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.

4.      Variabel-variabel yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna.
Faktor – faktor utama yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognetif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk kedalam struktur kognetif itu ; demikian pula sifat prosese interaksi yang terjadi.jika struktur kognetif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur,maka struktur kognetif itu cendrung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat – prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a.       Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b.      Siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar  bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning set).
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu sebagai berikut :
a.       Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b.      Gagasan – gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.

B.     MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1.      Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.      Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.

3.      Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.      Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausable sebgai jawaban atas ketidakpuasan model belajar diskoveri yang dikembangkan oleh Jerome Bruner tersebut. Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang pening atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan. Para pakar teori belajar penangakapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a.       Menstrukturkan situasi belajar.
b.      Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c.       Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.      Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umumyang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organiberfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.      Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimna pembelajaran berlangsung setahap demi setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3.      Memperkuat organisasi kognitif.
Ausable menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
C.    Peta Konsep

1.      Apakah peta konsep itu ???
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi- proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk proposisi Misalnya, “padi itu hijau” akan merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
2.      Ciri-Ciri Peta Konsep

a.       Peta konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep – konsep dan proporsi – proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
b.      Suatu peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang studi atau suatu dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c.       Cara menyatakan hubungan antara konsep – konsep. Tidak semua konsep-konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
d.      Tentang hirearki .


3.      Menyusun Peta Konsep

Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a.       Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b.      Tentukan konsep – konsep yang relevan.
c.       Urutkan konsep – konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak   inklusif atau contoh – contoh.
d.      Susunlah konsep – konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif.
e.       Hubungkanlah kosep itu dengan kata – kata penghubung.

4.      Kegunaan Peta Konsep

Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan :

a.       Menyelidiki apa yang telah di ketahui siswa.

Telah dikemukakan sebelumnya,bahwa belajar bermakana membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan kosep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahui”tempat awal konseptual”.dengan lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.

b.      Mempelajari cara belajar

Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran,ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inkluisif pada konsep yang paling inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsisi-proporsisi yang bermakna.

Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau,atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya kedalam kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia telah berusaha benar untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah berlangsung pada siswa itu.


c.       Mengungkapkan konsepsi salah.
Salain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proporsi yang salah.
  1. Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam teori kognetif Ausubel.
ü  Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
ü  Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu, diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas dipelajari”,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
ü  Penyesuaian integratif. Frinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.


BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
Teori belajar bermakna dikemukakan oleh David Ausubel dimana pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam  struktur kognitif seseorang. Sedangkan Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dikuasai siswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilansiswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
  1. Saran
Demikianlah makalah berjudul “David Ausubel : Belajar Bermakna” ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih ada banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari para pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Wilis, D, Ratna.1989. TEORI -TEORI BELAJAR. Bandung : Erlangga.
Ausubel,D.P1960.”The use of advanced organizersmin the learning and retention of meningful verbal material”Journal Of educational psychology,51.267-272.
http://wangmuba.com/2009/02/18/ proses-belajar/